Bisnis.com, KARANGANYAR - Nasib usulan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Solo Raya makin tak jelas ketika Bupati Karayanganyar menolak, sementara Kota Sola mengaku tak punya dana yang mencukupi.
Solo Raya merupakan wilayah yang mencakup Kota Surakarta (Solo) dan enam Kabupaten, yaitu Boyolali, Karanganyar, Klaten, Sragen, Sukoharjo, dan Wonogiri.
Bupati Karanganyar Juliyatmono menolak rencana Pemprov Jateng menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB di wilayah Soloraya. Alasan utama orang nomor satu di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karanganyar itu adalah persyaratan pelaksanaan PSBB berat.
Secara tersirat, politikus Partai Golkar itu menyinggung tentang anggaran yang harus disiapkan Pemkab Karanganyar untuk melaksanakan PSBB. Berulangkali Yuli, sapaan akrabnya, menyinggung tentang dampak penerapan PSBB secara ekonomi.
"Secara pribadi, saya menolak keras PSBB. Solusinya bukan PSBB. Saya ndak setuju. Saya kira dari persyaratan harus PSBB itu belum cukup memadai. Kalau saya sendiri, tanggung jawab saya di Karanganyar. Kalau saya dimintai pendapat apakah saya setuju Karanganyar itu PSBB, tidak setuju," ujar Bupati saat berbincang dengan wartawan di ruang kerjanya, Selasa (21/4/2020).
Kemarin Senin (20/4/2020), Pemkot Solo melalui Ahyani, Sekda Pemkot Solo mengungkapkan tidak mempunyai anggaran yang mencukupi untuk menerapkan PSBB.
Baca Juga
“Kami itu enggak punya anggaran. Dana yang disiapkan cuma sampai akhir Mei. Sesudah itu baru dibahas tahapan selanjutnya, lewat rasionalisasi anggaran lagi. Katanya Pemprov sudah siapkan Rp1,4 triliun, kalau siap, ya mangga saja. Kami ikuti apabila benar ditetapkan,” ucapnya.
Macan Ompong
Bupati Karanganyar Juliyatmono mengingatkan selain persyaratan pelaksanaan PSBB berat, belum semua masyarakat paham tentang PSBB. Selain itu, menurut Yuli masyarakat masih kurang disiplin dalam hal penerapan protokol pencegahan persebaran Covid-19. Alasan lainnya adalah PSBB yang sudah diterapkan di sejumlah wilayah di DKI Jakarta dan Jawa Barat itu belum serius. Belum ada penindakan hukum terhadap pelanggar PSBB.
"Seperti macan ompong. Yang melanggar toh juga tidak ada sanksi. [Seharusnya] kalau saya nekat ada sanksi denda atau apapun. Disiplin masyarakat juga belum cukup memadai sedangkan faktor yang lebih dominan adalah ekonomi. Oleh karena saya kurang sependapat, tidak setujulah PSBB," ujar dia.
Hal yang paling substansial, menurut dia, persoalan ekonomi. Dia khawatir kondisi ekonomi akan terpuruk apabila Pemprov Jateng menerapkan PSBB. Di sisi lain, pemerintah daerah yang menerapkan PSBB wajib membantu masyarakat memenuhi kebutuhan selama PSBB. Yuli secara tidak langsung menyatakan kekhawatiran itu.
"Kalau akses-akses dibatasi. Itulah [menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memenuhi]. Tentu [masyarakat] akan menuntut pemerintah. Saya dilarang berjualan. Saya harus diberikan kompensasi dong pada saat saya tidak berjualan. Saya yakin tidak mampu [secara anggaran]. Berat dari sisi [pemenuhan] kebutuhan masyarakat. Tapi kalau PSBB hanya satu kabupaten/kota juga tidak terlalu efektif," jelas dia.