Bisnis.com, SEMARANG — Kalangan pengusaha Jawa Tengah optimis di Semester II/2021 kinerja manufaktur bakal semakin membaik. Hal tersebut disampaikan Frans Kongi, Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Jawa Tengah.
“Pemulihan memang belum seperti yang kita harapkan, tapi kita sudah menuju ke sana,” jelas Frans ketika dihubungi Bisnis, Jumat (10/9/2021).
Frans juga mengungkapkan bahwa pemulihan ekonomi di beberapa negara telah berimbas pada kenaikan permintaan ekspor. “Ekspor tekstil dan garmen kita saat ini, misalnya saja busana muslim, sedang jadi primadona di luar negeri. Industri mulai mendapat pesanan dari Turki, Afrika, Arab. Permintaan mulai membaik,” tambahnya.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah, nilai ekspor pada bulan Juli 2021 dilaporkan mencapai US$816,09 juta. Secara tahunan angka tersebut tumbuh 14,21 persen, tetapi mengalami kontraksi secara bulanan sebesar 2,73 persen.
Frans mengungkapkan bahwa ada sejumlah faktor yang memengaruhi kinerja perdagangan luar negeri tersebut. Masih langkanya ketersediaan kontainer membuat pengusaha kesulitan untuk mengirimkan produknya ke luar negeri. Selain itu, kenaikan biaya pengiriman internasional juga kian memberatkan kalangan pengusaha.
“Kami sudah minta kepada pemerintah, supaya ini diperhatikan benar, karena selama satu tahun lebih shipping maskapai pelayanan ini sangat kurang permintaan, mereka mengalami kerugian sehingga memilih untuk menaikan harga,” jelas Frans.
Berbagai masalah yang dihadapi kalangan pengusaha, menurut Frans, bakal berdampak signifikan bagi upaya pemulihan ekonomi.
Sementara itu, sebelumnya Kepala BPS Provinsi Jawa Tengah Sentot Bangun Widoyono menyebutkan bahwa neraca perdagangan Jawa Tengah pada Juli mengalami surplus hingga US$74,35 juta. Sektor non-migas dilaporkan mengalami surplus US$236,11 juta, sedangkan migas defisit US$161,76 juta.
“Tiga negara tujuan ekspor non-migas terbesar pada Juli 2021 meliputi Amerika Serikat dengan nilai US$330,09 juta, disusul Jepang US$68,53 juta, dan Tiongkok US$56,10 juta, dengan kontribusi ketiganya sebesar 55,54 persen selama Januari-Juli 2021,” jelas Sentot.