Bisnis.com, SOLO – Fakta bahwa Indonesia menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara dengan anak-anak ‘tanpa ayah’ atau fatherless country menjadi perhatian serius mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.
Menyikapi hal itu, sejumlah mahasiswa dari Program Studi (Prodi) Pendidikan Guru PAUD (PG-PAUD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS membuat terobosan program yang berfokus pada edukasi peran seorang ayah dalam tumbuh kembang anak.
Program ini memperoleh hibah Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) UNS tahun 2021.
Qori Zuroida selaku perwakilan tim menjelaskan, program ini sebagai upaya untuk merespons tingginya angka fatherless country di Indonesia.
Sebagai informasi, fatherless diartikan sebagai kondisi di mana anak tumbuh tanpa kehadiran ayah baik secara fisik maupun psikologis. Sekalipun ada, tetapi ayah tidak berperan maksimal dalam pengasuhan anak.
Baca Juga
“Salah satunya karena peran gender tradisional yang masih melekat di masyarakat Indonesia. Budaya atau adanya pandangan di mana merawat anak adalah sepenuhnya hal yang dilakukan oleh seorang ibu saja. Sehingga edukasi ini juga bertujuan untuk meminimalisir budaya patriarki yang ada di Indonesia,” ungkap Qori dalam keterangannya, Sabtu (2/10/2021).
Qori menambahkan, secara umum proyek ini berupa sosialisasi peran ayah dalam pengasuhan anak yang bekerja sama dengan dosen PG-PAUD UNS.
Target utamanya adalah para ayah, calon ayah, dan laki-laki berumur lebih dari 18 tahun.
Pelaksanaan sosialisasi ada yang secara daring dengan sasaran masyarakat umum. Ada pula sosialisasi luring yang secara khusus menyasar warga Kelurahan Ketitang, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali.
Hingga berita ini ditulis, sudah ada dua sosialisasi yang dilaksanakan Qori dan tim. Yakni pada 13 September 2021 lalu secara daring dan pada 3 Oktober 2021 kemarin di Ketitang untuk pertama kalinya.
Ke depan, lanjut dia, masih akan dilaksanakan tiga webinar untuk masyarakat umum.
“Selain itu, kami mengadakan acara ‘ayah dan anak’, semacam outbound, untuk menjalin kedekatan antara anak dan ayah di sana. Kami juga memberikan fasilitas les bagi anak-anak di Ketitang,” imbuh Qori.
Menyasar para ayah, tentunya proyek ini memiliki tantangan tersendiri di Ketitang. Terlebih untuk menarik minat para warga.
Sebab, kegiatan-kegiatan di desa semacam ini biasanya lebih diminati para ibu. Kendati demikian, Qori dan tim memperoleh dukungan pemerintah desa setempat.
“Harapannya makin banyak warga Ketitang dan calon ayah, laki-laki, atau pun ayah di Indonesia yang peduli tentang pentingnya peran ayah. Karena seperti yang dijelaskan di awal, Indonesia menempati posisi sebagai fatherless country ketiga terbanyak di dunia,” pungkas Qori.