Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Festival Perempuan Berdaya: Upaya Berantas Kesenjangan dari Segala Lini

Tak hanya di rumah, upaya mendukung kesetaraan gender bisa dimulai dari berbagai lini. Mulai keamanan dan kesetaraan di tempat kerja, hingga kebijakan pemerintah yang berpihak pada kelompok rentan seperti anak dan perempuan.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo berbincang dengan pengusaha tas merek Roro Kenes Syanaz Nadya Winanto dan para peserta acara Festival Perempuan Berdaya 2021 pada Kamis (16/12/2021).
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo berbincang dengan pengusaha tas merek Roro Kenes Syanaz Nadya Winanto dan para peserta acara Festival Perempuan Berdaya 2021 pada Kamis (16/12/2021).

Bisnis.com, SEMARANG – Emilia Suci Suborini, warga Kota Semarang, terlihat mantap berdiri di atas panggung Festival Perempuan Berdaya 2021. Di hadapan pejabat-pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Jawa Tengah serta tamu undangan yang hadir, ia sama sekali tak terlihat canggung. Namun, dibalik sosok perempuan tersebut, ada kisah tragis yang tersimpan sejak puluhan tahun lalu.

Suborini, sapaan akrabnya, menceritakan bahwa dirinya merupakan salah satu korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Ia penyintas dari kekerasan yang dialaminya pada 1974, dan kembali berulang pada periode 1990-an. 

“Hal-hal seperti itu memang dulu membuat saya tidak bisa menguasai iri sendiri, mudah emosi. Pokoknya hal-hal yang tidak bisa terbuka dengan orang lain,” ucap Suborini, Kamis (16/12/2021). 

Suborini awalnya menganggap tindak kekerasan yang dialaminya adalah hal yang wajar terjadi. Anggapan yang sama juga muncul dari warga di sekitar rumahnya. Barulah setelah didatangi Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM), ia mulai memahami persoalan tersebut. Dari situ, ia mengenal hak-hak perempuan, serta perlahan mampu mengurai masalah kekerasan yang dialami.  

Sejak 2013, Suborini akhirnya bergabung dan aktif dalam komunitas yang dibina LRC-KJHAM. Bahkan, perempuan tersebut juga aktif dalam Support Group (SG) Sekartaji yang berisikan penyintas-penyintas tindak kekerasan. Suborini hanyalah satu dari sekian banyak korban tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kota Semarang. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang, setidaknya sepanjang tahun 2021 ada 89 orang korban KDRT. 

Tak hanya KDRT, DP3A Kota Semarang juga mencatat tindak kekerasan lain seperti Kekerasan Terhadap Anak (KTA), Kekerasan Dalam Pacaran (KDP), Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP), serta Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). Jumlahnya sepanjang tahun 2021 mencapai 146 kasus. 

Masih tingginya kasus kekerasan terhadap kelompok rentan yang terdiri dari anak di bawah umur, perempuan, serta penyandang disabilitas mendorong Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Tengah untuk kembali menggelar Festival Perempuan Berdaya 2021. 

“Festival Perempuan Berdaya ini diselenggarakan untuk merayakan berbagai kemajuan yang berhasil diraih oleh para perempuan, sekaligus mengingatkan bahwa perjuangan kita itu masih panjang dan harus terus dilanjutkan,” jelas Retno Sudewi, Kepala DP3AKB Provinsi Jawa Tengah. 

Secara khusus, Festival Perempuan Berdaya juga digelar untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan peran perempuan dalam mendukung pembangunan di Jawa Tengah. “Kita semua, baik perempuan maupun laki-laki, harus mendorong peran perempuan dalam segala bentuk sektor pembangunan. Serta mendorong semua pemangku kepentingan dan masyarakat luas untuk memberikan perhatian dan pengakuan akan pentingnya eksistensi perempuan dalam berbagai sektor pembangunan,” ucap Retno.

Festival Perempuan Berdaya juga menjadi forum khusus untuk membahas isu-isu perempuan, mulai dari kesenjangan, kekerasan, hingga pelecehan seksual yang kerap dialami. Melalui acara tersebut, kesadaran masyarakat akan isu-isu gender diharapkan bisa semakin meningkat. 

UBAH MINDSET

Dalam sesi diskusi yang digelar, Syanaz Nadya Winanto pengusaha tas dengan merk Roro Kenes, menjelaskan bahwa upaya untuk meningkatkan kesetaraan gender mesti dilakukan di semua tempat. Tak terkecuali di tempat kerja. Untuk itu, pengusaha tersebut menerapkan aturan anti cat-calling (pelecehan seksual dalam bentuk verbal) bagi seluruh karyawannya. Bahkan, Syanaz tak segan memberikan Surat Peringatan (SP) kepada karyawan yang melanggar aturan tersebut. 

Upaya untuk mengentaskan anggapan umum soal isu-isu gender juga dilakukan Syanaz di rumahnya. Ibu dari dua orang anak tersebut telah membiasakan anak-anaknya untuk melakukan pekerjaan domestik seperti mencuci baju, mengepel lantai, hingga menyapu. Pekerjaan yang umumnya dilekatkan pada sosok perempuan. 

“Saya sebenarnya tidak membedakan antara anak laki-laki dan perempuan. Karena keduanya hanya dilihat dari faktor biologis mereka saja. Jadi pekerjaan pria, pekerjaan perempuan, itu buat saya cair. Ini yang kemudian saya berikan juga kepada putra-putra saya di rumah,” ucap Syanaz. 

Senada dengan Syanaz, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, juga mengungkapkan bahwa peran perempuan hari ini tak bisa dibatasi oleh pekerjaan-pekerjaan domestik belaka. Sosok perempuan sudah umum terlihat mengisi posisi-posisi penting dalam masyarakat, begitu pula di Provinsi Jawa Tengah. Bahkan, secara khusus Ganjar menunjuk sosok perempuan dalam pos-pos penting di OPD Provinsi Jawa Tengah. 

“Saya mencoba untuk menerapkan, ketika ada pilihan-pilihan untuk menentukan suatu jabatan, maaf pada bapak-bapak bukan kami tidak percaya pada Anda, tetapi biasanya perempuan lebih decisive [tegas dalam mengambil keputusan]. Ini pengalaman saya menjadi pemimpin,” ucap Ganjar. 

Untuk menciptakan kesetaraan gender dalam masyarakat, menurut Ganjar, diperlukan perubahan pola pikir yang mendasar. Hal tersebut berlaku secara menyeluruh. “Mindset-nya itu gender mainstreaming. Bukan pada perempuannya, laki-lakinya juga. Kalau laki-laki cara berpikirnya hanya maskulin, maka perempuannya kerepotan,” ucapnya. 

Secara khusus, Ganjar menjelaskan bahwa laki-laki mesti memahami keterbatasan serta kemampuan perempuan. “Mindset laki-laki ini juga harus bisa mengerti apa yang kemudian terjadi para perempuan, dengan segala kodratnya. Kodratnya dia itu hamil, kodratnya dia itu menstruasi, kodratnya dia itu menyusi, itu tidak bisa digantikan,” tambahnya. 

Meskipun demikian, hal tersebut mestinya tidak dijadikan alasan untuk mengurangi ataupun meyepelekan peran perempuan. Justru, menurut Ganjar, kondisi tersebut mesti menjadi dasar untuk memberikan dukungan serta kesempatan yang lebih bagi perempuan, agar dapat bersaing dengan lebih adil dengan laki-laki. 

Grammar politik yang baru itu salah satunya adalah isu perempuan dan anak. Maka kalau kemudian kita bisa membuat kebijakan, mengakomodasi dalam program-program yang berkelanjutan, itu akan sangat membantu,” jelas Ganjar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper