Bisnis.com, SEMARANG - Bank Jateng akan mendukung proses hukum yang berjalan terkait dugaan kasus korupsi kredit pembelian proyek yang menyeret Bina Mardjani, bekas Pimpinan Bank Jateng Cabang Jakarta.
"Bank Jateng itu dalam hal ini bekerjasama dengan penegak hukum. Untuk menyelesaikan pertama kalau ada karyawan kami yang melakukan tindakan tidak terpuji ya mereka harus berhadapan dengan hukum," jelas Supriyatno, Direktur Utama Bank Jateng, Senin (10/1/2022).
Supriyatno menambahkan penegakan hukum juga dilakukan untuk mengantisipasi potensi kerugian yang terjadi. "Uang sebesar itu memang dicoba oleh penegak hukum untuk kembali lagi ke Bank Jateng," tambahnya.
Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Bank Jateng, Ony Suharsono, menjelaskan bahwa kerugian yang ditanggung akibat kasus tersebut mencapai Rp307,9 miliar. "Ini berdasarkan dari perhitungan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," jelasnya
"Sebagaimana diketahui, sudah ada penetapan tersangka. Posisi kami saat ini kami menghormati proses hukum sendiri. Mengikuti proses yang berjalan dan kemungkinan dalam waktu dekat akan dilakukan persidangan," jelas Ony.
Ony menambahkan bahwa terkait kasus tersebut, Bank Jateng bakal melakukan sejumlah perbaikan. Utamanya dari segi regulasi pembiayaan proyek. "Kami menyempurnakan regulasinya, jadi kredit proyek kita perbaiki regulasinya," jelasnya.
Baca Juga
Sebelumnya, polisi menetapkan Bima Mardjani sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembelian kredit proyek. Status tersangka ditetapkan lantaran Bima dianggap melanggar perbuatan hukum dengan menyetujui kredit proyek yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Bima juga diduga menerima keuntungan sebesar 1 persen dari nilai proyek yang dicairkan debitur. Terkait hal tersebut, polisi juga menyeret Direktur Utama PT Garuda Technology selaku debitur.
Dalam catatan Bisnis, polisi mengendus dugaan korupsi kredit fiktif Bank Jateng di tiga perusahaan. Selain PT Garuda Technology, kedua perusahaan lain yang terjerat kasus serupa antara lain PT MDSI dan PT Si.
Kedua kasus tersebut terjadi di dua tempat, di Jakarta dan Blora, dengan rentang waktu kejadian pada tahun 2017-2019 serta 2018-2019.