Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aset Jadi Ganjalan Pelaku UKM Jateng Akses Pembiayaan

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengapresiasi perhatian banyak pihak yang telah mendukung pembiayaan pelaku UMKM di Jawa Tengah selama pandemi ini.
Ilustrasi: Aneka kerajinan berbahan dasar logam kuningan yang digarap pelaku UMKM di wilayah Cepogo, Boyolali. / Bisnis-Muhammad Faisal Nur Ikhsan.
Ilustrasi: Aneka kerajinan berbahan dasar logam kuningan yang digarap pelaku UMKM di wilayah Cepogo, Boyolali. / Bisnis-Muhammad Faisal Nur Ikhsan.
Bisnis.com, SEMARANG — Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Jawa Tengah pada sektor pengolahan berperan besar bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Namun demikian, menurut Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah, Ema Rachmawati, selama pandemi Covid-19 UMKM pada sektor pengolahan itu mesti menanggung beban pekerja.

"Kalau saya melakukan survei terhadap 35.000 UMKM dan 625 secara offline, itu memang industri makanan dan minuman yang paling terdampak. 68 persen terdampak, berarti kan pengolahan semua. Kemudian fesyen itu nomor dua dan craft. Mereka semua asetnya sampai turun 15 persen, omzetnya turun sampai hampir 50 persen, dan tenaga kerjanya turun sampai 30 persen. Bahkan ada UMKM yang sampai meminjam bank hanya untuk memertahankan pekerjanya," jelas Ema, Jumat (9/9/2022).

Dengan peran penting tersebut, sayangnya pelaku UMKM pada sektor pengolahan tersebut masih sulit untuk mengakses fasilitas pembiayaan. Meskipun pemerintah telah mengucurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan plafon pembiayaan yang cukup besar, namun Ema menyebut minimnya aset yang dimiliki pelaku UMKM jadi hambatan. "Sebesar apapun, kalau 50 juta tanpa agunan, tapi tetap ditanya punya kendaraan pribadi atau tidak," ungkapnya.

Untuk itu, Ema mengapresiasi perhatian banyak pihak yang telah mendukung pembiayaan pelaku UMKM di Jawa Tengah selama pandemi ini. Misalnya saja perhatian yang diberikan Baznas dengan menyalurkan pinjaman tanpa bunga kepada pelaku UMKM. "Itu kan kesempatan sekali," ucapnya.

Tak hanya pembiayaan, Ema juga mengungkapkan bahwa pelaku UMKM yang punya kecenderungan untuk menjalankan usahanya sendiri-sendiri jadi hambatan besar untuk mendatangkan pesanan dalam jumlah besar. Dengan kecenderungan tersebut, pelaku UMKM bakal kesulitan untuk memenuhi pesanan dalam jumlah besar dan standar kualitas tertentu.

"Ini berat tanpa konsolidasi. Sayangnya, untuk itu masih susah. Ini yang jadi prioritas kami untuk bisa mengonsolidasikan UMKM dalam produk sejenis sehingga akan mempermudah perizinan dan standarisasi," jelas Ema dalam diskusi yang digelar di Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang.

Minimnya kesiapan ekosistem UMKM di beberapa daerah juga jadi hambatan yang mesti diuraikan. Ema menyebut, pihaknya bakal bersinergi dengan beberapa pihak mulai dari perbankan hingga Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk bisa membangun ekosistem UMKM yang menyeluruh, dari hulu ke hilir.

"Kemarin misalnya, batik yang laku itu daster. Padahal di Jawa Tengah yang punya hanya Pekalongan dan Solo. Padahal potensi batik kita ada di 35 Kabupaten dan Kota. Berarti ada ekosistem yang belum tergarap serius," jelas Ema.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Miftahul Ulum

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper