Bisnis.com, SEMARANG - Berjualan baju bekas atau istilah kerennya adalah thrift shop kian diminati kalangan anak muda di Semarang, sekaligus menjadi sebuah solusi untuk mengurangi limbah pakaian.
Tak sembarang baju bekas yang dijual, namun baju-baju bekas bermerk atau sedang tren yang didatangkan langsung dari luar negeri, seperti Korea, Jepang, dan terkadang China.
"Kalau bal (satu gulungan) baju, saya suka dari Korea, Jepang gitu tapi kadang juga ada dari Cina," kata pemilik Uniche Gallery Zain, ditemui saat gelaran Markaz Fest Semarang, Kamis (26/1/2023).
Baju-baju bekas itu diimpor dalam bentuk bal-balan, bukan satuan, dengan asumsi satu bal berisi sekitar 25 baju dengan berbagai model yang dikemas dalam bentuk gulungan.
"Kalau cari bal yang bagus harus nyoba beberapa kali, kadang dapat yang 70 persen bagus, 30 persen reject, begitu sebaliknya," kata pemuda yang baru berusia kepala dua yang kerap mengikuti festival thrift.
Pameran atau festival thrift sering dimanfaatkannya untuk mendulang rezeki dengan menjajakan baju-baju impor bekas, sementara informasi kegiatan didapatnya dari media sosial maupun komunitas.
Baca Juga
Zain menceritakan awalnya berbisnis thrift saat pandemi Covid-19 yang membuat banyak usaha gulung tikar sehingga berpikir mencari usaha dengan modal kecil namun menghasilkan untung yang lumayan besar.
Untuk membangun sebuah bisnis thrift shop, Zain menyebutkan modal yang dibutuhkan sekitar Rp4-6 juta, tetapi kesulitannya adalah melewati trial and error saat memilih pakaian yang bagus.
"Kalau acaranya besar ya modalnya besar. Tapi, satu bal baju biasanya start dari harga Rp5 juta. Untuk penghasilan tergantung event thrift-nya ya, kalau besar ya sehari bisa sampai Rp5 juta. Tapi kalau eventnya kecil ya minimal Rp1 juta dapetlah," katanya.
Selain Zain, ada juga Novia Ayu (25) yang membuka usaha thrift bernama Rarepose.co sejak 2022 berawal dari keinginannya mencari penghasilan tambahan hingga keterusan sampai sekarang.
Dalam berbisnis thrift biasanya ada sistem khusus pengolahan baju bekas sebelum dijual kembali, diawali dari sortir kelayakan, hingga dimasukkan ke laundry untuk dicuci bersih.
Ke depan, Novia menilai bisnis baju bekas bermerk masih prospek, khususnya dalam satu tahun ke depan, mengingat banyak anak muda yang tertarik untuk membeli baju bekas ketimbang harus membeli baru karena mahal.
Sejauh ini, Novia masih berfokus menjual baju bekasnya secara online, lewat media sosial maupun situs e-commerce. Namun, tak jarang jua mengikuti pameran thrift untuk melayani penjualan luring.
"Untuk penjualan kita masih fokus di online, di media sosial. Kalau weekend kita biasanya ikut "car free day" (CFD) atau even-even seperti ini," pungkasnya.