Bisnis.com, SEMARANG - Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di Jawa Tengah mulai gencar menyasar pembiayaan produktif bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Langkah tersebut diambil seiring mulai bergeliatnya perekonomian pasca pandemi Covid-19."BPR di Jawa Tengah itu sudah mulai kembali ke kondisi sebelum pandemi. Penyaluran paling banyak untuk kredit konsumsi dan modal kerja," jelas Dadi Sumarsana, Ketua Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) DPD Jawa Tengah, pada Selasa (8/8/2023).
Kepada Bisnis, Dadi mengungkapkan pelaku BPR juga mulai mengambil langkah ekspansif seiring diterapkannya UU No4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
"Kami juga mulai memperbaiki kebijakan, Standard Operational Procedure [SOP] yang juga berubah karena sudah tidak pandemi," jelasnya.
Lebih lanjut, terkait pemenuhan modal inti yang dipersyaratkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar Rp3 triliun hingga akhir 2024 mendatang, Dadi menyebut BPR di Jawa Tengah sudah bergerak cepat buat mewujudkan target tersebut.
"Teman-teman terus berusaha, masih ada empat yang belum memenuhi modal inti. Kurang lebihnya begitu, tetapi data pastinya ada di OJK," jelas Dadi.
Dadi terus mendorong BPR di Jawa Tengah yang menjadi anggota Perbarindo buat segera memenuhi persyaratan modal inti tersebut. Namun demikian, Dadi juga berharap agar OJK bisa memberikan waktu hingga 2024 lantaran modal yang perlu disertakan tidak bisa dikatakan kecil buat pelaku BPR.
Pada perkembangan lainnya, Dadi mengungkapkan bahwa pelaku BPR di Jawa Tengah kini sedang giat buat melakukan transformasi digital. Ada tiga aspek yang coba dipenuhi.
"Satu, di pelaporan supaya lebih komplit, update, dan akurasinya tinggi. Sehingga harus dilakukan dengan memanfaatkan teknologi. Kedua, di operasional. Sudah tidak zaman BPR menggunakan buku besar, harus dengan sistem. Ketiga, di pemasaran atau pelayanan. Ini BPR di Jawa Tengah sedang menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen," jelas Dadi.
Adapun proses transformasi digital tersebut dilakukan melalui beberapa model. Sebagian BPR memilih buat menggandeng vendor terkait. Sebagian lagi justru memilih buat menginisiasi proses transformasi digital tersebut secara mandiri.
"Ada juga yang baru memulai penjajakan, karena tidak semua nasabah BPR itu milenial. BPR juga berbeda dengan bank umum. Sumber dayanya berbeda, coverage nasabahnya juga berbeda," tegas Dadi.