Bisnis.com, MEDAN – Bank Indonesia perwakilan Sumatra Utara (Sumut) memprakirakan perekonomian Sumut pada tahun 2024 akan tumbuh dalam kisaran 4,5-5,3% secara tahunan (yoy). Laju inflasi Sumut tahun depan juga diprakirakan tetap terkendali, yakni berada pada rentang sasaran inflasi 2,5+1%.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumut, Yura A. Djalins mengatakan, prakiraan tersebut didasarkan pada pertumbuhan ekonomi Sumut tahun 2023 yang mencatatkan tren pemulihan di kisaran 4,3-5,1 (yoy), meskipun ketidakpastian ekonomi global masih tinggi.
“Pemulihan ekonomi tahun ini disokong oleh dua sektor. Dari sisi permintaan, ialah permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. Dari sisi lapangan usaha, pemulihan ekonomi didorong oleh industri pengolahan dan konstruksi,” terang Yura dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia, Rabu (29/11/2023) malam.
Yura menyebut, konsumsi rumah tangga diprakirakan BI masih akan menjadi penggerak ekonomi Sumut dari sisi permintaan di tahun 2024.
Sementara dari sisi lapangan usaha, lanjutnya, tren pemulihan akan terjadi pada sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan, seiring masifnya kebijakan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas pertanian, serta adopsi teknologi digital dalam perdagangan.
Kendati optimistis, Yura juga menyebut tetap ada tantangan yang perlu diwaspadai di tahun 2024, baik secara global maupun domestik.
Baca Juga
“Tantangan global, tentu saja dari konflik geopolitik seperti yang kita lihat saat ini, yang tidak kita ketahui akan berlanjut sampai kapan. Di samping itu, kita juga perlu mewaspadai kenaikan suku bunga global yang higher for longer, tinggi dan bertahan lama. Termasuk, risiko cuaca ekstrem akibat anomali iklim,” paparnya.
Sementara itu, dari sisi domestik, Yura memaparkan tantangan-tantangan ekonomi yang mungkin dihadapi Sumut tahun depan.
Pertama, tantangan inflasi yang timbul dari kenaikan harga produk dan jasa impor. Kebijakan yang ditetapkan oleh negara-negara produsen komoditas pangan berpotensi menyebabkan gangguan pasokan di dalam negeri. Ini akan berimbas pada kenaikan harga komoditas termasuk di Sumut.
Kedua, belum meratanya distribusi perekonomian Sumut. Yura memaparkan, pembangunan infrastruktur Sumut selama ini masih terpusat di Pantai Timur sehingga menghambat potensi aglomerasi industri.
Ketiga, hasil penelitian BI juga menunjukkan infrastruktur seperti jalan, listrik, air, dan jaringan internet di kawasan wisata Sumut masih terbatas.
Keempat, adopsi praktik berkelanjutan oleh pelaku bisnis dan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) yang masih rendah. Pemanfaatan EBT bahkan masih di bawah 50% dari total potensi yang dimiliki.
Kelima, akseptansi sistem pembayaran digital di Sumut masih belum merata yang disebabkan belum meratanya literasi keuangan digital, infrastruktur jaringan telekomunikasi, dan inovasi layanan digital daerah.
Keenam, perlunya peningkatan adopsi teknologi digital bagi pelaku UKM agar dapat mengoptimalkan bisnisnya. (K68)