Bisnis.com, JAKARTA – Peningkatan permintaan dan jumlah produk mendorong PT Semarang Herbal Indoplant meningkatkan kapasitas produksi hingga tiga kali lipat.
General Affair, PT Semarang Herbal Indoplant, Raendy Hardipura mengatakan tahun ini Semarang Herbal Indoplat berencana meningkatkan kapasitas produksi dari 250 ton per tahun menjadi 750 ton per tahun.
Perusahaan produsen ekstrak tumbuhan yang berlokasi di Semarang, Jawa Tengah tersebut saat ini dalam proses pemasangan mesin dan peralatan baru. Penambahan barang modal tersebut menghabiskan paling sedikit Rp60 miliar dan rencananya selesai pada 2018.
“Sekarang masih berada di pemasangan peralatan. Rencananya tahun ini selesai. Investasinya paling sedikit Rp60 miliar,” kata Raendy kepada Bisnis, Selasa (21/3/2017).
Semarang Herbal saat ini mampu memproduksi sekitar 10.000 ton bahan baku per tahun menjadi 250 ton ekstrak. Utilisasi produksi, jelas Raendy, sudah mentok di 80% kapasitas terpasang.
“Kami terus berusaha mengimbangi permintaan. Hanya bisa 80% karena ada kendala sedikit sehingga tidak bisa berproduksi pada kapasitas penuh,” katanya.
Dia menjelaskan volume penjualan ekstrak tumbuhan Semarang Herbal tumbuh pada kisaran 5% - 6% per tahun. Permintaan atas ekstrak tumbuhan semakin kuat setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan mengharuskan industri jamu, obat-obatan, dan suplemen makanan beralih dari bahan baku berbentuk tumbuhan kering ke bahan baku berbentuk serbuk.
Raendy mengatakan pertumbuhan penjualan tidak hanya berasal dari pertumbuhan permintaan. Semarang Indoherbal juga berupaya meningkatkan penjualan dengan menambah kategori produk.
Anak usaha PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) itu berusaha menambah tiga ekstrak tumbuhan baru setiap tahun. Produk baru yang diproduksi pada 2016 adalah ekstrak daun kelor diikuti oleh ekstrak bratawali dan ekstrak kelabat pada awal 2017.
Semarang Herbal saat ini sudah bisa memproduksi 35 ekstrak tumbuhan. Ekstrak dengan permintaan terbesar adalah kunyit, manggis, dan tribulus. “Tahun lalu, memang kami cuma keluarkan satu produk baru. Namun, pada dua bulan pertama tahun ini sudah ada dua produk,” kata Raendy.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Jamu (GP Jamu) Dwi Ranny Pertiwi Zarman mengatakan kehadiran produsen ekstrak di dalam negeri memudahkan industri jamu yang sebagian besar adalah industri kecil dan menengah.
Dia memaparkan saat ini industri jamu di Indonesia terdiri dari 129 perusahaan besar dan 1.070 industri kecil dan menengah. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah produsen yang telah mengantongi izin BPOM. Bahan baku dengan kebutuhan paling besar adalah kunyit dan temulawak.
“Semua sekarang sudah menggunakan ekstrak karena harus mengikuti standar produksi. Pasokan dari dalam negeri masih sangat memadai. Kami tidak pernah kesulitan bahan baku,” kata Dwi.