Bisnis.com, JAKARTA – Menjelang tutup tahun 2017, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar memboyong jajaran eselon I dan para pakar bersilaturahmi dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Sabtu (30/12/2017).
Kedatangan Menteri LHK diterima langsung oleh Ketua PBNU Said Aqil Siroj beserta jajarannya. Selain menggelar diskusi, pada kesempatan tersebut juga disepakati rencana kerja sama bidang lingkungan hidup dan kehutanan.
“Kami membicarakan banyak hal, terutama tentang rencana kerja sama membangun kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan pemerintah, yakni reforma agraria dan akses hutan sosial,” kata Menteri Siti.
KLHK sendiri terus mempercepat pemberian akses legal pada rakyat untuk mengelola kawasan hutan, melalui program Perhutanan Sosial. Per 18 Desember 2017, akses legal lahan yang sudah terealisasi mencapai 1,33 juta hektare dari target 4,38 juta hektare hingga 2019.
Pemerintahan Jokowi-JK juga telah mengalokasikan kawasan hutan seluas 12,7 juta hektare (10% dari luas kawasan hutan Indonesia) untuk masyarakat melalui program perhutanan sosial dengan skema hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan adat, hutan tanaman rakyat, dan hutan kemitraan.
Program pemerintah ini, kata Menteri Siti, telah sejalan dengan paparan yang disampaikan Ketua Umum PBNU Said Aqil, yang dalam kesempatan tersebut menyerahkan hasil Bahtsul Masail Maudhu'iyyah, Munas Konbes NU 2017 tentang Distribusi Lahan kepada Menteri LHK.
Said Aqil menjelaskan salah satu dari tujuan hukum Islam atau maqashid syariah adalah hifdz an-nafs (memelihara jiwa) dan hifdz al-mal (menjaga harta).
Salah satu bagian dari hifdz an-nafs adalah hidup layak, dan salah satu bagian dari hifdz al-mal adalah keseimbangan ekonomi (attawazun al-iqtishadi). Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah antiketimpangan, termasuk di dalamnya ketimpangan ekonomi.
“Maka negara memiliki tanggung jawab besar menciptakan keseimbangan ekonomi melalui pendekatan preventif dan kuratif,” kata Said.
Menurutnya, selama ini sudah terjadi ketimpangan sosial. Maka ada empat jalan keluar yang bisa dilakukan pemerintah.
Pertama, menarik kembali tanah yang didistribusikan oleh pemerintah secara berlebihan. Kedua, menarik kembali tanah hak guna usaha yang tidak dimanfaatkan atau dimanfaatkan, tetapi tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
Ketiga, membatasi hak guna usaha untuk pengusaha, baik jumlah lahan maupun waktu pengelolaan dengan prinsip keadilan.
Keempat, mendistribusikan tanah yang dikuasai negara untuk fuqara wal masakin (para fakir miskin), baik dalam bentuk tamlik atau ghairu tamlik (membagi dua) dengan prinsip keadilan.