Bisnis.com, SEMARANG—Terletak di ujung Pantai Selatan Jawa Tengah, Kabupaten Cilacap mungkin lebih dikenal orang sebagai lokasi kilang migas, pabrik semen, PLTU, ataupun Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
Sesungguhnya kabupaten ini menyimpan salah satu potensi budaya dan juga fashion. Potensi tersebut ialah kerajinan batik dan tenun.
Salah satu pelaku yang menggeluti industri batik dan tenun Cilacap skala UKM adalah Indria Aryanto, yang mengusung label Indria. Usaha tersebut sudah dikembangkan selama 5 tahun terakhir.
“Sudah 5 tahun ini kami mengembangkan tenun di Cilacap. Awalnya kami membawa 20 alat tenun, yang dilatihkan untuk warga setempat,” tuturnya kepada Bisnis, Minggu (1/9/2019), di sela acara Jateng in Fashion 2019.
Sebagai tahap awal, pelatihan tenun dimulai dari pembuatan serbet. Hal itu juga bertujuan mempercepat perputaran modal untuk ekonomi warga sekitar.
Setelah mahir, pelatihan dilanjutkan ke grade kedua, yakni pembuatan syal. Syal tersebut kemudian dijual ke pengusaha batik, untuk ditambahkan motif tertentu.
Indria memang melayani pembuatan kain tenun custom, sesuai kebutuhan pesanan dari desainer maupun pembatik. Bahkan, bahan benangnya juga bisa dipilih oleh pelanggan.
Untuk pesanan under label seperti itu, dia memegang teguh kode etik untuk menjual satu produk khas kepada satu pihak. Jadi, setiap desainer tetap memiliki ciri khasnya sendiri.
“Bisa custom sesuai pesanan, bahkan hingga benangnya menggunakan sutra, atau diameter berapa. Sudah menjadi kode etik kami bahwa merek tertentu itu tidak akan dijual ke orang lain,” papar Indria.
Menurut Indria kode etik ini sangat perlu dipegang karena produk tenun sudah langka dan alatnya terbatas. Oleh karena itu, jika desainer dan pembatik senang menggunakan tenun, otomatis kain khas tersebut akan tetap ada, tak tergerus oleh zaman.
Kini, tim Indria bisa memproduksi kain tenun sepanjang 900 meter dalam sebulan. Dalam waktu yang sama, mereka menghasilkan 1.000 meter kain putih dan 2.000 meter kain serbet.
Dari sisi pemasaran, menurut Indria, sudah cukup moncer. Produk tenun Cilacap yang dipesan salah satu desainer, dan diolah menjadi pakaian jadi, berhasil menembus pameran di Den Haag, Belanda.
Indria berharap, melalui Jateng in Fashion 2019, tenun dan batik khas Cilacap semakin dikenal masyarakat juga pelaku industri. Hal itu tentunya akan mendukung sisi pariwisata Cilacap.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Jateng Emma Rachmawati menyampaikan acara Jateng in Fashion 2019, yang digelar pertama kalinya, memang bertujuan mengembangkan batik khas Jawa Tengah di 35 kabupaten/kota.
“Seluruh 35 kabupaten/kota sebetulnya potensial mengembangkan batik dan tenun. Memang saat ini yang sudah maju baru beberapa seperti Pekalongan, Solo, Semarang, Jepara, dan Kudus,” imbuhnya.
Acara ini juga bertujuan mempermudah kolaborasi desainer dengan pembatik dan penenun. Dengan adanya kolaborasi, nilai jual produk-produk UKM akan semakin meningkat.
Emma mencontohkan, satu kain tenun harganya Rp200.000 per lembar. Namun, ketika diberikan gambar batik, dipadupadankan dengan bahan dan motif lain serta dibuat menjadi satu pakaian jadi utuh harganya bisa melejit hingga Rp1 juta.
“Jateng in Fashion ini sekaligus untuk mengembangkan UKM kita. Selama ini mereka menjual batik baru sebatas kain. Ke depan, mereka mesti lebih berkreasi, mengembangkan fashion sehingga tidak hanya menjual kain batik, tapi juga baju yang bernilai lebih,” ujar Emma.