Bisnis.com, SEMARANG - Toleransi beragama bukanlah hal yang baru. Sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan sebenarnya sudah dicontohkan sejak zaman Nabi dan Wali.
Hal itu disampaikan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo saat memimpin Kirab Kebangsaan Merah Putih di Lapangan Pancasila Simpanglima Semarang, Jumat (24/1/2020).
Hadir pula dalam acara itu, ulama kharismatik Habib Luthfi bin Yahya, Wakil Gubernur Jateng, jajaran Forkompimda dan ribuan masyarakat dari berbagai suku, agama, ras dan golongan.
"Keberagaman itu sudah menjadi sunnatullah. Kebhinekaan di Tanah Air kita sudah termaktub di lauhul makhfudz. Maka para ulama telah mewanti-wanti, dahulukanlah adabmu sebelum kau junjung ilmumu," kata Ganjar.
Banyak kisah lanjut Ganjar yang bisa kita temukan tentang bagaimana sikap toleransi ini. Bahkan saking luar biasanya sisi kemanusiaan Rasulullah, beliau seminggu tiga kali menyuapi seorang nenek Yahudi, dengan suapan yang sangat lembut.
"Padahal nenek Yahudi tersebut tidak henti-hentinya menjelek-jelekkan Rasulullah," tambahnya.
Contoh lain lanjut dia juga dikisahkan oleh para wali di Nusantara. Semua tahu, jika membicarakan perpaduan agama dan budaya, Sunan Kalijaga adalah ahlinya. Juga Kanjeng Sunan Kudus yang demi menghormati orang Hindu, ia melarang muridnya untuk menyembelih sapi.
"Jadi dengan kirab ini, kita berharap akulturasi agama dan budaya dijadikan spirit memperkokoh kebangsaan," tambahnya.
Ganjar menerangkan, laku untuk menghargai dan menghormati siapapun termasuk yang berbeda keyakinan telah dicontohkan sejak agama ini dikibarkan di bumi Nusantara. Untuk itu, saat ini tidak ada alasan bagi siapapun untuk tidak menerapkan kemuliaan akhlak tersebut.
"Mudah-mudahan pawai ini mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Kirab dengan peserta yang berbeda-beda suku, agama, ras dan golongan ini semakin menyadarkan bahwa bangsa ini beragam, namun tetap satu," pungkas Ganjar.
Sementara itu, Habib Luthfi bin Yahya mengatakan, tujuan Kirab Kebangsaan Merah Putih tiada lain untuk menyatukan masyarakat. Dengan kirab budaya itu, diharapkan masyarakat dapat meningkatkan rasa memiliki Merah Putih sebagai simbol negara.
"Ada tiga hal yang ditekankan dalam merah putih, tidak hanya simbol tanpa makna. Di dalamnya ada kehormatan bangsa, harga diri bangsa dan jati diri bangsa," kata dia.
Habib Luthfi menerangkan, sudah tidak boleh saat ini masyarakat diributkan dengan isu perbedaan. Sebab lanjut dia, dunia saat ini sudah memikirkan tentang kemajuan, bukan lagi memperdebatkan perbedaan.
"Bangsa Indonesia terdahulu sudah pandai dan berpikiran ke depan. Mereka bisa membuat candi Borobudur, Prambanan, Masjid Agung dan lainnya dengan hebat. Kenapa sekarang kita justru ketinggalan dan masih meributkan perbedaan. Untuk itu, dengan kirab budaya ini, mari kita sadar tentang pentingnya menjaga persatuan bangsa," pungkasnya.
Kirab Kebangsaan Merah Putih diikuti oleh ribuan masyarakat. Mengenakan beragam pakaian adat, mereka berbaur dari berbagai suku, agama, ras dan golongan, peserta kirab longmarch dari Jalan Kagok Semarang menuju Lapangan Pancasila Simpanglima. Peserta kirab juga membawa bendera merah putih sepanjang 500 meter.
Selain kirab budaya, dalam acara itu juga dibacakan deklarasi bersama.
Ada empat poin deklarasi yang dibacakan dalam acara itu. Yakni, setia pada Pancasila dan UUD 45, setia pada NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, Setia kepada pemerintahan dan menolak setiap upaya provokasi yang ingin menjatuhkan pemerintahan, dan terakhir menghormati perbedaan dan menolak segala bentuk faham radikalisme, terorisme, anti pancasila, intoleransi serta gerakan apapun yang dapat menimbulkan perpecahan.