Bisnis.com, SEMARANG - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengajukan kenaikan tarif pajak kendaraan bermotor, dengan dalih mengurangi laju pertumbuhan kendaraan bermotor di wilayah itu.
Selain itu, usulan revisi perda tentang pajak kendaraan bermotor itu juga dilatarbelakangi karena tarif pajak di Provinsi Jateng dinilai paling kecil di antara provinsi lainnya di Pulau Jawa.
Dia menjelaskan usulan kenaikan pajak kendaraan bermotor diikuti dengan perubahaan atau penurunan kapasitas mesin serta kenaikan tarif progresif kepemilikan kedua dan seterusnya.
"Perubahan tersebut diajukan dalam sidang paripurna pada 3 Juni 2020, ajuan Perubahan Ke-2 atas Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Provinsi Jawa Tengah," kata Agung Budi Margono selaku Ketua Panitia Khusus DPRD Provinsi Jawa Tengah Tentang Revisi Perda Nomor 7 Tahun 2017 seperti dikutip Antara, Rabu (17/6/2020).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyebutkan pajak kendaraan bermotor di empat provinsi di Jawa sudah lebih tinggi dari Jateng.
"DKI Jakarta 2 persen sejak 2015, Jabar, Jatim, Banten 1,75 persen sejak 2013, sedangkan kita masih 1,5 persen, selain itu perlu ada pembatasan penggunaan roda dua di Jateng," ujarnya.
Menurut dia, rencana revisi perda ini prosesnya sudah sangat panjang dan sudah ditetapkan dalam Prolegda 2020 melalui pembahasan panjang Bapemperda dan eksekutif sebelum ada pandemi Covid-19.
"Saat ini sudah sampai di DPRD, InsyaAllah kita bahas sesuai kondisi kekinian," katanya.
Dia menerangkan substansi dari revisi perda tersebut menaikkan pajak kendaraan bermotor dari 1,5 persen menjadi 1,75 persen, menurunkan kapasitas mesin (cc) kendaraan yang terkena pajak progresif kepemilikan dari 200 cc menjadi 150 cc dan menaikkan besaran pajaknya sebesar 0,25 persen pada setiap kategori.
Asumsinya, kata dia, ada 9,3 juta kendaraan bermotor di Jateng dengan perincian di bawah 150 cc sebanyak 8,1 Juta, antara 150-200 cc sebanyak 1,1 juta dan di atas 200 cc sebesar 109.000 kendaraan.
Menurut dia, kenaikan pajak yang akan terkumpul dari masyarakat sebesar Rp300 miliar. "Semua masih dalam bentuk draf, kami mohon masukan dari seluruh masyarakat, tentang substansi revisi maupun waktu revisi," ujarnya