Bisnis.com, YOGYAKARTA – Keputusan Pemerintah Provinsi DIY dalam melakukan Pembatasan Terbatas Kegiatan Masyarakat (PTKM) berskala mikro menuai kritik. Epidemiolog Universitas Gadjah Mada, Riris Andono Ahmad, menilai bahwa ada dua permasalahan penting dalam pelaksanaan PTKM Mikro.
“Problemnya, pertama, saya belum tahu siapa yang meng-enforce kebijakan [pembatasan] mobilitas tersebut. Kalau hanya mewarnai kan gampang, tapi kemudian meng-enforce kebijakan mobilitas itu siapa?” jawabnya ketika dihubungi Bisnis, Senin (15/2/2021).
Selain masalah implementasi, pembatasan mobilitas masyarakat dalam PTKM mikro juga bermasalah. “Kalau kebijakan mobilitasnya masih menggunakan kebijakan zonasi yang dibuat Satgas Covid-19 sekarang itu, kan berarti kalau RT itu kuning mobilitasnya menjadi lebih longgar, karena sebagian besar aktivitas perkantoran dan kegiatan sosial itu diperbolehkan,” jelasnya.
Menurutnya, pelonggaran ini belum cukup untuk menghentikan penularan Covid-19. “Bahkan mungkin meningkatkan penularan, [dengan] menciptakan perasaan aman yang semu,” tambahnya.
Riris menjelaskan bahwa penerapan pembatasan tersebut mestinya dilakukan dengan memperhatikan satuan epidemilogis. “Satuan epidemilogis itu kan satu wilayah dimana penyakit itu bisa mudah menyebar karena situasi setempat. Untuk covid-19 itu kan kaitannya dengan mobilitas penduduk dan masuk akal apabila dalam satu kabupaten [pengendalian] mobilitas hariannya masih memungkinkan,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa di DIY zona epidemilogis meliputi kawasan Kartomantul (Yogyakarta, Sleman, dan Bantul), Gunungkidul, dan Kulon Progo. “Jadi seharusnya, mengendalikan [penyebaran covid-19] itu ya dalam level satuan epidemilogis tersebut,” tegasnya.
Baca Juga
Pengendalian pandemi dalam skala kecil, menurutnya, hanya efektif ketika jumlah kasus terkonfirmasi masih rendah. Selain itu, model pengendalian tersebut juga akan sangat mudah dilakukan apabila penyebaran penyakit hanya terjadi di satu wilayah tertentu. “Tapi sekarang, karena penularan sudah meluas kemana-mana, membatasi pada level RT itu tidak akan bisa mengatasi [penyebaran],” jelasnya.
Dalam rapat koordinasi PPKM Mikro di Gedhong Pracimosono, Kompleks Kepatihan, Gubernur DIY menyampaikan bahwa dalam skala RT, di semua wilayah DIY cenderung tidak ada zona merah. Meskipun demikian, data tersebut masih akan terus berkembang. Sri Sultan Hamengku Buwono X juga berharap agak pendataan zonasi tidak hanya dilakukan pada zona merah dan oranye, tapi juga zona kuning dan hijau.
“Kami beri ruang untuk Kabupaten/Kota, kalau menentukan zonasi itu. Lurah bisa berkoordinasi dengan Babinsa dan Babinkamtibnas,” jelas Ngarsa Dalem, Senin (15/2/2021).