Bisnis.com, MAGELANG – Kegiatan pariwisata di Kawasan Candi Borobudur mesti memperhatikan aspek kelestarian atau sustainability. Tak hanya kelestarian alam, kondisi bangunan candi juga mesti diperhatikan agar wisatawan dan generasi berikutnya bisa mengagumi keindahannya.
“Pelestarian cagar budaya itu adalah perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Yang ketiga ini adalah sebuah keniscayaan, ini diharapkan bisa menyejahterakan masyarakat. Jadi bukan bertitik ke Candi Borobudur saja, tapi sekitarnya ada masyarakat, nah ini yang disejahterakan,” kata Arkeolog Balai Konservasi Candi Borobudur Hari Setiawan, Senin (8/11/2021).
Hari menjelaskan bahwa sampai kapanpun, Destinasi Super Prioritas (DSP) tersebut akan terus ramai dikunjungi wisatawan. Menurut Hari, hal tersebut menjadi bukti bahwa poros Candi Borobudur, Candi Pawon, dan Candi Mendut adalah sumber kesejahteraan bagi masyarakat sekitarnya. Tetapi, perlu diperhatikan pula aspek kelestariannya.
“Orang ke Borobudur gak akan ingin melihat hotel yang besar bertingkat, seperti yang ada di kota-kota. Tetapi [mereka ingin melihat] sawah, ladang, orang bercocok tanam, kondisi lingkungan yang asri, sungai yang mengalir airnya, dan sebagainya. Itulah yang jadi daya tarik kita, manakala itu hilang ya masyarakat atau orang-orang yang akan berwisata akan jadi bertanya-tanya. Kita akan menyaksikan Borobudur dari segi mananya?,” jelasnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Rizki Handayani menyebut bahwa program Borobudur Trail of Civilization (BToC) merupakan upaya pemerintah dalam menjaga kelestarian Candi Borobudur sebagai cagar budaya dunia.
“Ini juga dalam rangka mendiversifikasi produk wisata yang ada di Borobudur dan meningkatkan kegiatan masyarakat, bagaimana melibatkan masyarakat di sekitar Borobudur, dan satu lagi sebenarnya untuk mengurangi beban si candi itu sendiri,” ucap Rizki.
Direktur Wisata Minat Khusus Kemenparekraf, Alexander Reyaan menyebut bahwa perjalanan wisata tematik yang dikemas dalam BToC akan menitik beratkan pada aspek penceritaan atau story telling.
“Kesembilan narasi yang dikembangkan terdiri dari interpretasi relief, budaya pertanian, arkeo-astronomi, kisah epos tertua, kemudian kebugaran tubuh, alat-alat yang digunakan masyarakat Jawa kuno, kemudian kisah-kisah fable, konstruksi Candi Borobudur, keragaman hayati, serta seni dan budaya berupa alat musik,” jelas Alexander.
Narasi-narasi tersebut diterjemahkan dalam berbagai kegiatan wisata yang nantinya bakal dilaksanakan di 15 Desa Wisata yang tersebar di Kawasan Candi Borobudur.