Bisnis.com, SEMARANG - Kabar soal diterapkannya pajak bagi seniman yang menjual karya Non-Fungible Token (NFT) menuai kontroversi dari berbagai kalangan.
Sebelumnya, Edmalia Rohmani salah satu pegawai Ditjen Pajak, menyebut seniman NFT bisa dikenakan pajak dengan skema Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5 persen selama memenuhi sejumlah ketentuan.
Meskipun masih sebatas opini, namun gerak cepat pemerintah untuk menarik pajak seniman-seniman NFT Tanah Air dinilai kurang tepat. "Menurut saya jadi tidak etis dalam konteks sekarang, karena banyak teman-teman yang merasa negara itu belum hadir dalam memberikan dukungan pada sektor ekonomi kreatif. Itu yang membuat teman-teman merasa gak fair," jelas Ahmad 'Adin' Khairudin, Ketua Komite Ekonomi Kreatif Jawa Tengah, dikutip Rabu (2/2/2022).
Adin menjelaskan bahwa pemerintah mestinya memberikan perhatian yang lebih bagi pelaku ekonomi kreatif, khususnya di sektor digital, sebelum menarik pajak. "Harus disadari bahwa munculnya penilaian ini dari banyaknya teman-teman yang merasa negara tidak mendukung ekonomi kreatif, khususnya ekonomi digital," tambahnya.
Kepada Bisnis, Adin menjelaskan bahwa untuk menghadirkan ekosistem ekonomi kreatif yang sehat diperlukan peran dari banyak pihak. Tak hanya sesama pelaku ekonomi kreatif, namun dukungan pemerintah juga sangat diperlukan.
"Kalau kita melihat, syarat ekosistem yang mestinya punya galeri, museum, kurator, kritikus, itu belum ada. Tidak bisa juga itu jadi satu-satunya tanggung jawab pemerintah, karena ada keterbatasan. Itu jadi tanggung jawab bersama, yang akan lebih baik jika negara hadir menjadi solusi," jelas Adin.
Di Jawa Tengah sendiri, Peraturan Daerah tentang Ekonomi Kreatif telah disiapkan pemerintah. Memang, koridornya lebih kepada pendampingan dan pengembangan.
"Tetapi yang spesifik membicarakan NFT itu gak ada. Yang ada hanya perhatian pada sektor-sektor yang memang bersinggungan, seperti desain, game, animasi, dan film," jelas Adin.
Terkait popularitas NFT, Adin mengingatkan agar masyarakat bisa mengambil langkah yang tepat dan berhati-hati. Pasalnya, teknologi tersebut masih tergolong baru dan menyimpan berbagai risiko.
"Kita makin senang jika masyarakat memanfaatkan kanal ini. Tetapi, karena ini mainan baru, kita tidak bisa larut begitu saja dalam euforianya. Karena orang kan hanya lihat faktor instannya, tapi tidak lihat proses, risiko, dan lain-lain," ucap Adin.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan menegaskan akan melakukan analisis dampak perekonomian terhadap fenomena baru dalam dunia digital yang saat ini sedang naik daun berupa Non Fungible Token (NFT).
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan NFT merupakan fenomena baru dalam dunia digital sehingga pemerintah perlu memastikan secara detail terhadap model transaksi yang ada dalam NFT.
“NFT adalah fenomena baru dalam dunia digital, dengan fenomena baru itu kita perlu memastikan secara detail model transaksinya seperti apa, peningkatan tambahan atau kemampuan ekonomi atau kenikmatan ekonominya seperti apa. Nanti teman-teman pajak akan melakukan analisis yang baik,” ujarnya seusai menggelar sosialisasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) di Surabaya, Kamis (20/1/2022).