Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPP Madya Surakarta Kembali Sita Aset Penunggak Pajak

KPP Madya Surakarta kembali melakukan penyitaan aset milik penunggak pajak. Pasalnya, pendekatan persuasif tidak diindahkan.
Ilustrasi petugas pajak melayani pengunjung. Bisnis/Arief Hermawan P
Ilustrasi petugas pajak melayani pengunjung. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, SOLO - Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Surakarta kembali melakukan penyitaan aset milik penunggak pajak.

Informasi tersebut disampaikan Kepala KPP Madya Surakarta Guntur Wijaya Edi dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan.

Guntur mengatakan, kali ini aset yang disita adalah satu unit truk milik wajib pajak yang berdomisili di Karanganyar.

Pasalnya, yang bersangkutan memiliki tunggakan pajak sekitar Rp1,6 miliar. Penyitaan itu dilakukan karena upaya persuasif sebelumnya sudah dilakukan namun tidak diindahkan.

“Kami selalu mendorong wajib pajak untuk patuh dengan pendekatan persuasif, tetapi jika belum berhasil maka kami akan melakukan penagihan aktif, diantaranya penyitaan ini,” ungkap Guntur, Senin (21/2/2022).

Lebih lanjut Guntur menyampaikan bahwa penyitaan yang dilakukan KPP Madya Surakarta ini sudah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Kebijakan dan prosedur penyitaan ini mengacu pada Pasal 12 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 jo. UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa," imbuhnya.

Ia mengimbau para penunggak pajak, terutama perusahaan yang memiliki nilai utang di atas Rp100 juta, agar segera melunasi utangnya sebelum dilakukan hard collection atau penagihan secara aktif.

Sebagai informasi tambahan, proses penagihan pajak ada dua jenis, penagihan pajak aktif dan pasif. Penagihan pajak pasif, DJP hanya menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan pajak terutang lebih besar.

Dalam penagihan pasif, JSPN memberitahukan kepada wajib pajak bahwa terdapat utang pajak. Jika dalam waktu satu bulan sejak diterbitkannya STP atau surat sejenis wajib pajak tidak melunasi utang pajaknya, maka DJP akan melakukan tindakan penagihan aktif.

Guntur juga menambahkan bahwa dilakukannya tindakan hard collection oleh KPP bisa berdampak negatif pada nama dan citra perusahaan sebagai wajib pajak.

Penyitaan dilakukan lantaran wajib pajak tidak dapat melunasi tagihan pajak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Dengan dilakukan tindakan penagihan aktif ini diharapkan wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan yang berlaku.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper