Bisnis.com, SEMARANG - PT Sidji Jaya Abadi atau Sidji Studio merupakan satu dari sekian banyak perusahaan buatan anak muda di Kota Semarang yang bergerak dalam bidang industri kreatif. Pada mulanya, Sidji Studio adalah perusahaan perangkat lunak atau software house yang biasa menggarap proyek-proyek dari pihak ketiga. Namun, setelah pandemi Covid-19, ada peluang baru yang coba digarap Sidji Studio.
"Pasar Indonesia itu yang dekat sama kita itu apa? yang familiar itu kan CD gim bajakan, kedua model seperti pusat permainan arkade itu menarik. Jadi ada banyak hadiah, panci, boneka, pulpen, pensil, dan orang main ke sana incar itu juga. Ini kalau misalnya ada arkade online di kantong tiap orang asik juga," jelas Glenn Andrenorman Anggoro, CEO Sidji Studio, saat ditemui Bisnis.
Dari ide sederhana itu, Sidji Studio kemudian mengembangkan gim berbasis ponsel pintar. Target pasarnya tak muluk-muluk, masyarakat dari dalam negeri yang ingin menghabiskan waktu sembari berburu hadiah. Bukan tanpa alasan, Glenn menyebut Sidji Studio tak punya tenaga ekstra untuk bisa bersaing di pasar gim internasional. "Bukannya gak mau internasional, tapi kita coba dulu lokal. Kalau bisa menguasai baru keluar," ucapnya.
Sidji Studio menggarap proyek arkade segenggaman tangan itu pada kuartal II/2019 lalu. Dengan sumber daya yang ada, studio yang berlokasi di Pedurungan Lor, Kota Semarang itu berhasil merampungkan versi pertama gim itu pada 2020 lalu. Gim itu diperkenalkan ke publik dengan nama MaGer.
"Dulu kita kenalkan di Software Fair Universitas Dian Nuswantoro (Udinus). Responnya bagus, oke lah. Terus saya dapat saran untuk kerja sama dengan Youtuber Semarang. Saya bayar waktu itu sejutaan, langsung kelihatan traffic-nya, dia nanjak banget," ungkap Glenn dengan antusias.
Berkat kampanye itu, MaGer yang tadinya hanya dimainkan 100 orang di awal peluncuran bisa mengalami penambahan jumlah pemain hingga 1.000 orang setiap harinya. "Kita cuma butuh waktu setengah minggu buat 5.000, jadi kayak bola salju, menggelinding," kata Glenn. Pria itu juga mengungkapkan bahwa puncak pertumbuhan pemain MaGer terjadi saat kasus Covid-19 di Tanah Air sedang tinggi-tingginya.
Meskipun dikerjakan di Kota Semarang, namun Glenn menyebut kebanyakan pemain MaGer berasal dari wilayah Barat Pulau Jawa, seperti Jawa Barat juga kawasan Jabodetabek. Di fase awal, ada lima gim yang bisa dimainkan dengan hadiah berupa uang yang nantinya bakal dikirim ke dompet digital para pemainnya.
"Kalau hadiah fisik ngeri, gudangnya, barangnya. Kita pernah kerja sama dengan Hanamasa untuk kirim voucher. Ini pengirimannya jadi PR, bukan karena susah, tapi kadang si pemenang kasih ancer-ancer gak jelas. Terus ekspedisi bingung, kita jadi harus ngurusi. Kalau yang menang banyak, terus nilainya besar seperti HP, TV, motor, kita yang repot," jelas Glenn disusul tawa renyah.
Kini, Sidji Studio tengah mengembangkan versi kedua dari gim tersebut. Ada sejumlah perbaikan yang coba diperkenalkan, mulai sistem hadiah hingga variasi gim. Kerja sama dengan perguruan tinggi juga coba dirintis. Harapannya, MaGer tak cuma menguntungkan buat para pemainnya tapi juga para pengembang gim yang baru memulai bisnisnya.
"MaGer itu ingin membantu mereka, secara modal, karena ketika di-publish kamu bisa mendapat data di niche market game kamu yang laris seperti apa. Posisi kamu juga bisa menerima profit sharing bulanan dari situ. Jadi kalau trennya positif, visi kami jadi salah satu gim yang dipakai game developer junior untuk merilis dan menghasilkan, itu bisa terjadi," jelas Glenn.
Visi itu diambil bukan tanpa alasan. Glenn mengaku pengalamannya dalam merintis studio gim tak mulus-mulus amat. Beberapa tahun lalu, jangankan untuk bisa memperkenalkan gim buatannya ke publik, untuk menggali ilmu tentang pengembangan gim pun Glenn mesti berjejaring dengan banyak komunitas. "Gak bisa kalau cuma buka Youtube, sekarang itu semua orang bisa belajar apapun di Youtube," ungkapnya.
Kini, sembari terus menjalankan usahanya, Glenn berharap MaGer dan Sidji Studio bisa berkontribusi pada ekosistem industri kreatif di Tanah Air, khususnya di Kota Semarang. Satu pesan yang dititipkannya buat pengembang gim yang ingin terjun, yaitu untuk memulai mencari pekerjaan sambilan sejak duduk di bangku pendidikan. Entah perguruan tinggi atau pun sekolah.
"Tabung, supaya ketika lulus dia mau jadi entrepreneur sudah punya tabungan sekitar enam bulan untuk hidup. Kami, dari MaGer, mimpinya bisa membantu itu dengan jadi platform untuk monetized game, minimal game developer gak perlu makan mi instan setiap hari," jelas Glenn.
"Pasar Indonesia itu yang dekat sama kita itu apa? yang familiar itu kan CD gim bajakan, kedua model seperti pusat permainan arkade itu menarik. Jadi ada banyak hadiah, panci, boneka, pulpen, pensil, dan orang main ke sana incar itu juga. Ini kalau misalnya ada arkade online di kantong tiap orang asik juga," jelas Glenn Andrenorman Anggoro, CEO Sidji Studio, saat ditemui Bisnis.
Dari ide sederhana itu, Sidji Studio kemudian mengembangkan gim berbasis ponsel pintar. Target pasarnya tak muluk-muluk, masyarakat dari dalam negeri yang ingin menghabiskan waktu sembari berburu hadiah. Bukan tanpa alasan, Glenn menyebut Sidji Studio tak punya tenaga ekstra untuk bisa bersaing di pasar gim internasional. "Bukannya gak mau internasional, tapi kita coba dulu lokal. Kalau bisa menguasai baru keluar," ucapnya.
Sidji Studio menggarap proyek arkade segenggaman tangan itu pada kuartal II/2019 lalu. Dengan sumber daya yang ada, studio yang berlokasi di Pedurungan Lor, Kota Semarang itu berhasil merampungkan versi pertama gim itu pada 2020 lalu. Gim itu diperkenalkan ke publik dengan nama MaGer.
"Dulu kita kenalkan di Software Fair Universitas Dian Nuswantoro (Udinus). Responnya bagus, oke lah. Terus saya dapat saran untuk kerja sama dengan Youtuber Semarang. Saya bayar waktu itu sejutaan, langsung kelihatan traffic-nya, dia nanjak banget," ungkap Glenn dengan antusias.
Berkat kampanye itu, MaGer yang tadinya hanya dimainkan 100 orang di awal peluncuran bisa mengalami penambahan jumlah pemain hingga 1.000 orang setiap harinya. "Kita cuma butuh waktu setengah minggu buat 5.000, jadi kayak bola salju, menggelinding," kata Glenn. Pria itu juga mengungkapkan bahwa puncak pertumbuhan pemain MaGer terjadi saat kasus Covid-19 di Tanah Air sedang tinggi-tingginya.
Meskipun dikerjakan di Kota Semarang, namun Glenn menyebut kebanyakan pemain MaGer berasal dari wilayah Barat Pulau Jawa, seperti Jawa Barat juga kawasan Jabodetabek. Di fase awal, ada lima gim yang bisa dimainkan dengan hadiah berupa uang yang nantinya bakal dikirim ke dompet digital para pemainnya.
"Kalau hadiah fisik ngeri, gudangnya, barangnya. Kita pernah kerja sama dengan Hanamasa untuk kirim voucher. Ini pengirimannya jadi PR, bukan karena susah, tapi kadang si pemenang kasih ancer-ancer gak jelas. Terus ekspedisi bingung, kita jadi harus ngurusi. Kalau yang menang banyak, terus nilainya besar seperti HP, TV, motor, kita yang repot," jelas Glenn disusul tawa renyah.
Kini, Sidji Studio tengah mengembangkan versi kedua dari gim tersebut. Ada sejumlah perbaikan yang coba diperkenalkan, mulai sistem hadiah hingga variasi gim. Kerja sama dengan perguruan tinggi juga coba dirintis. Harapannya, MaGer tak cuma menguntungkan buat para pemainnya tapi juga para pengembang gim yang baru memulai bisnisnya.
"MaGer itu ingin membantu mereka, secara modal, karena ketika di-publish kamu bisa mendapat data di niche market game kamu yang laris seperti apa. Posisi kamu juga bisa menerima profit sharing bulanan dari situ. Jadi kalau trennya positif, visi kami jadi salah satu gim yang dipakai game developer junior untuk merilis dan menghasilkan, itu bisa terjadi," jelas Glenn.
Visi itu diambil bukan tanpa alasan. Glenn mengaku pengalamannya dalam merintis studio gim tak mulus-mulus amat. Beberapa tahun lalu, jangankan untuk bisa memperkenalkan gim buatannya ke publik, untuk menggali ilmu tentang pengembangan gim pun Glenn mesti berjejaring dengan banyak komunitas. "Gak bisa kalau cuma buka Youtube, sekarang itu semua orang bisa belajar apapun di Youtube," ungkapnya.
Kini, sembari terus menjalankan usahanya, Glenn berharap MaGer dan Sidji Studio bisa berkontribusi pada ekosistem industri kreatif di Tanah Air, khususnya di Kota Semarang. Satu pesan yang dititipkannya buat pengembang gim yang ingin terjun, yaitu untuk memulai mencari pekerjaan sambilan sejak duduk di bangku pendidikan. Entah perguruan tinggi atau pun sekolah.
"Tabung, supaya ketika lulus dia mau jadi entrepreneur sudah punya tabungan sekitar enam bulan untuk hidup. Kami, dari MaGer, mimpinya bisa membantu itu dengan jadi platform untuk monetized game, minimal game developer gak perlu makan mi instan setiap hari," jelas Glenn.