Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Perizinan dan Kenelayanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ukon Ahmad Furqon menuturkan pihaknya tengah mengupayakan penyesuaian besaran indeks tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pasca-produksi yang ditentang masyarakat nelayan di berbagai daerah di Indonesia.
Adapun saat ini, kata Ukon, pihak KKP tengah mengajukan proses revisi kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu), terutama berkaitan pada indeks tarif kapal berukuran 60 GT ke atas yang sebelumnya ditetapkan sebesar 10 persen.
“Dan di dalam prosesnya kita harapkan ini bisa segera cepat selesai, namun demikian karena memang levelnya adalah peraturan pemerintah. Jadi ini satu level di bawah UU sehingga di dalam pembahasannya tetap membutuhkan waktu sampai dengan diundangkan,” ujarnya dalam Bincang Bahari “Pengaturan PNBP Pasca Produksi” yang digelar di Jakarta, Kamis (20/1/2023).
Sementara itu selama proses pengajuan revisi PP Nomor 85 Tahun 2021 dilakukan, Ukon mengatakan KKP juga menampung aspirasi nelayan serta pelaku usaha terkait mempertimbangkan biaya operasional atau harga pokok produksi dalam menentukan besaran indeks tarif PNBP pascaproduksi.
Adapun penarikan PNBP pascaproduksi menggunakan perhitungan indeks tarif (persen) dikalikan nilai produksi ikan pada saat didaratkan (Rp). Untuk kapal penangkap berukuran sampai dengan 60 GT, indeksnya sebesar 5 persen, sedangkan kapal penangkap berukuran di atas 60 GT sebesar 10 persen.
Besaran indeks tarif PNBP pajak itulah yang sebelumnya dikeluhkan masyarakat pesisir, termasuk pelaku usaha kelautan/perikanan, bahkan berbagai nelayan di beberapa daerah sempat mengadakan demo terkait PNBP yang dinilai terlalu besar, di antaranya seperti di Pati, Rembang, Tegal, Indramayu dan terbaru di Cilacap, Jawa Tengah.
Koordinator Front Nelayan Bersatu Kota Tegal Riswanto mengatakan besaran indeks tarif PNBP pascaproduksi akan memberatkan nelayan dan pelaku usaha apabila dihitung dari pendapatan kotor.
“Berapapun indeks tarifnya, sekecil apapun indeks tarifnya kalau penerapan itu diambil kotor, itu akan menjadi besar," ujarnya di Jakarta, Kamis.
Ia berharap agar dalam peraturan yang diusulkan revisi ini terdapat perubahan maksimal indeks tarif pasca produksi tidak lebih dari 5 persen untuk kapal di atas 60 GT, dan untuk kapal tradisional yang di bawah 60 GT tidak sampai dikenai indeks tarif 5 persen.
Adapun di Cilacap, sekitar 1.000 nelayan berunjuk rasa menolak pemberlakuan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 karena memberatkan masyarakat nelayan.
Baca Juga
Unjuk rasa yang berlangsung di depan Kantor Pelabuhan Perikanan Samudra Cilacap (PPSC), Kamis (19/1/2023), diisi dengan berbagai orasi yang disampaikan perwakilan nelayan dan pengusaha kapal.
Koordinator lapangan unjuk rasa nelayan Sugiyamin mengatakan pemberlakuan PNBP sebesar 10 persen sangat memberatkan nelayan.
Salah seorang pengusaha kapal nelayan, Ahuan, mengatakan pemberlakuan PP Nomor 85 Tahun 2021 juga memberatkan para pengusaha kapal karena mereka juga dibebani pajak-pajak lainnya, termasuk urusan perbankan.