Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sejarah Keistimewaan Daerah Jogjakarta yang Diakui Sejak Jaman Belanda

Berikut sejarah keistimewaan Jogjakarta, yang diakui sejak masa Belanda dan Jepang.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, saat ditemui wartawan di Kantor Gubernur DIY, Jumat (9/10/2020). - Ist/ Dok Humas Pemda DIY.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, saat ditemui wartawan di Kantor Gubernur DIY, Jumat (9/10/2020). - Ist/ Dok Humas Pemda DIY.

Bisnis.com, SOLO - Keistimewaan Jogjakarta menjadi perbincangan publik setelah disinggung oleh Ade Armando di media sosial.

Politikus PSI itu sebelumnya mengatakan bahwa keberadaan politik dinasti yang sesungguhnya berada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Ini ironis sekali karena mereka sedang berada di wilayah yang jelas-jelas menjalankan politik dinasti dan mereka diam saja. Anak-anak BEM ini harus tahu dong. Kalau mau melawan politik dinasti, ya politik dinasti sesungguhnya adalah Daerah Keistimewaan Yogyakarta," ucapnya dalam video yang dibagikannya pada beberapa waktu lalu.

Ade Armando mengkritik tentang proses Pemilu di Yogyakarta yang tidak sama dengan banyak wilayah di Indonesia lainnya.

Di Yogya, tidak ada pemilihan Gubernur lima tahun sekali sebab satu-satunya yang berhak menjadi Gubernur adalah raja.

"Gubernurnya tidak dipilih melalui Pemilu. Gubernurnya adalah Sultan Hamengku Buwono X yang telah menjadi Gubernur karena garis keturunan," tambah Ade Armando.

Sejarah Keistimewaan Jogjakarta

Keistimewaan Jogja yang tidak mengadakan Pemilu setiap 5 tahun sekali ini ternyata diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta.

Dalam bab VI pasal 18 UU No 13, disebutkan bahwa gubernur atau kepala daerah Yogyakarta adalah Sultan Hamengkubuwono. Sementara, wakil gubernur Yogyakarta adalah Adipati Paku Alam.

Menilik dari sejarahnya, keberadaannya DIY dimulai dari sejarah berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berdasarkan Perjanjian Giyanti 1755.

Kemudian muncul sistem pemerintahan yang teratur dan kemudian berkembang, hingga akhirnya sebagai DIY yang merupakan suatu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pada masa kolonial Belanda, pemerintahan di Kasultanan Yogyakarta diatur kontrak politik yang dilakukan pada 1877, 1921, dan 1940, antara Sultan dengan Pemerintah Kolonial Belanda.

Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman sebagai kerajaan yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga pemerintahannya sendiri. Hal ini dikenal dengan istilah zilfbesturende landschappen.

Kontrak politik terakhir Kasultanan Ngayogyakarta tercantum dalam Staatsblaad 1941 Nomor 47, sedangkan kontrak politik Kadipaten Pakualaman dalam Staatsblaad 1941 Nomor 577.

Tak hanya di pemerintahan Belanda, Jogja juga masih diakui sebagai Daerah Istimewa atau Kooti pada masa pendudukan Jepang.

Dalam sejarahnya, Jogja dipimpin oleh Koo sebagai kepalanya, yakni Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Di bawah Kooti, secara struktural ada wilayah-wilayah pemerintahan tertentu dengan para pejabatnya.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan kepada Presiden RI bahwa Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman menjadi wilayah Negara RI, bergabung menjadi satu kesatuan yang dinyatakan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI.

Hal tersebut dinyatakan dalam:

1. Piagam Kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI;
2. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 5 September1945;
3. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober1945

Lahirnya Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Penulis : JIBI
Sumber : Harian Jogja
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper