Bisnis.com, SEMARANG — Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah mencatat nilai ekspor pada Maret 2024 mengalami pertumbuhan sebesar 3,05% secara bulanan atau month-to-month (mtm).
"Migasnya naik 138,01% sedangkan nonmigasnya naik 0,07%. Secara year-on-year (yoy) juga mengalami kenaikan 5,04%," jelas Dadang Hardiwan, Kepala BPS Provinsi Jawa Tengah pada Kamis (2/5/2024).
Nilai ekspor sektor non migas Jawa Tengah berada di angka US$903,13 juta sementara nilai ekspor sektor migas di US$47,46. Secara bulanan maupun tahunan, BPS mencatat kinerja ekspor Jawa Tengah mengalami pertumbuhan yang positif.
Hampir seluruh sektor usaha di Jawa Tengah mencatatkan perubahan nilai ekspor yang positif pada Maret 2024. Dengan pengecualian pada sektor industri atau manufaktur yang perubahan nilai ekspornya masih minus atau justru turun sebesar 0,21% (mtm).
"Kalau kita lihat impor Jawa Tengah menurut penggunaan, ini yang mengalami penurunan secara mtm adalah bahan baku [dengan angka] 26,33%, demikian juga barang modal 26,80%. Sedangkan untuk yoy, kondisinya sama, untuk bahan baku turun 20,88% dan barang modal 22,22%," jelas Dadang.
Secara umum, kinerja ekspor Jawa Tengah pada kuartal I/2024 masih relatif aman. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah Frans Kongi, menyebut pelaku usaha khususnya pada sektor garmen di Jawa Tengah telah mulai menerima pesanan ekspor.
Baca Juga
Namun demikian, kelompok pengusaha memilih untuk mengambil langkah hati-hati. Terlebih dengan potensi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di tingkat global akibat memanasnya konflik di Timur Tengah. Di dalam negeri, pengusaha juga melihat ancaman penurunan daya beli masyarakat.
"Proyeksi kami memang tidak separah saat pandemi kemarin, saya pikir begitu. Tetapi Apindo Provinsi Jawa Tengah tetap waspada, kerja kami lebih efisien dalam arti pemakaian bahan baku kami hemat, pemakaian energi listrik, hal-hal yang tidak perlu kami kurangi. Demi efisiensi," jelas Frans saat dihubungi Bisnis pada pengujung April 2024 lalu.
Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) FX Sugiyanto, memperkirakan bahwa ketegangan di Timur Tengah bakal mengerek beban biaya logistik dan energi. Dalam jangka panjang, situasi tersebut juga berpotensi memicu keterlambatan dan pelemahan kinerja ekspor bagi Jawa Tengah.