Bisnis.com, KLATEN—Air sungai irigasi itu mengalir bersih meski tak memperlihatkan dasar sungai. Tak ada sampah di tebing-tebingnya. Hanya karamba yang berderet berisi ikan nila dan bawal di sepanjang kali yang melintas di Dukuh Kalikebo dan Dukuh Jogoiten, Desa Kalikebo, Trucuk, Klaten.
Satu karamba berisi 300-350 benih ikan. Umur ikan memiliki selisih satu pekan dari karamba satu dengan karamba lainnya. Di beberapa karamba terlihat eceng gondok atau ikan-ikan yang berenang di sekelilingnya.
“Karamba ini baru populer di masyarakat sini sekitar dua bulan lalu,” kata Tugino, salah satu penggagas budidaya ikan dalam karamba, saat ditemui JIBI di dukuh setempat, Sabtu (10/6/2017).
Pria yang juga menjabat Wakil Ketua Komunitas Ulam Mangunggal Kalikebo (Kolam Kali) itu menceritakan gagasan karamba muncul sejak 2016.
Kala itu, sampah-sampah menumpuk di ruas-ruas sungai dengan lebar dua meter. Sedimentasi tinggi sehingga debit air sedikit. “Lalu, sungai ini dikeruk sama pemerintah desa supaya aliran air lancar,” kenang pria bertumbuh jangkung itu.
Merespons pengerukan kali, ia dan teman-temannya tercetus ide bagaimana cara merawat kali tetap bersih. Lalu, dipilihlah metode budidaya ikan dalam karamba. Ide itu ia awali bersama 15 orang temannya dengan bersih-bersih sungai.
“Waktu itu enggak ada respons dari warga. Kami sempat dibilang orang gila. Ini bersih-bersih sungai dapatnya apa?” ujar dia, diiringi tawa.
Setelah sungai dirasa bersih, ia membikin dua unit karamba berukuran 75 cm x 80 cm x 2 meter. Satu karamba ia isi benih ikan nila 300-350 ekor.
Memberi pakan ikan pada pagi dan sore hari menjadi kebiasaan baru anggota komunitas yang terbentuk enam bulan lalu itu.
“Setelah empat bulan kami lihat kok prospeknya lumayan. Lalu, kami beranikan untuk mengajak warga,” tutur pria, semringah.
Kepada warga, ia menawarkan subsidi benih ikan nila yang ia datangkan dari Didit Riyanto, temannya di Bantul, Jogja, secara cuma-cuma.
Ia juga memastikan komunitas siap mengkaver pemasaran ikan hasil panen. Ia berencana, selain penjualan langsung, pemasaran ikan dilakukan dengan membuka pemancingan.
“Dari situ banyak warga tertarik bikin karamba. Padahal masyarakat belum tahu hasilnya. Satu bikin, bikin semua. Sekarang setiap pagi dan sore hari warga berjajar di tepi sungai memberi makan ikan,” beber dia.
Menurut hasil pemetaan yang dilakukannya, di ruas sungai sepanjang 700 meter itu ada 170 titik yang memenuhi syarat untuk dipasang karamba.
Kriterianya adalah ada genangan air yang tersisa saat sungai kering atau air irigasi ditutup secara bergiliran. Ukuran tiap karamba juga identik. “Biar satu orang satu karamba. Kalau menuruti yang punya duit pasti ingin bikin banyak. Tapi, kami inginkan kebersamaan,” terang dia.
Ia berharap, keberadaan budidaya ikan dalam karamba bisa meningkatkan perekonomian warga sekitar. Ia tak ingin warga bergantung pada bantuan-bantuan lagi. Kebiasaan warga membuang sampah ke sungai pun sirna.
“Yang jelas visi ke depannya biar pada bersatu, pada ngumpul bareng,” harap dia.
Tak hanya ikan, di sepanjang tepi sungai juga ditanami aneka tanaman hortikultura seperti cabai, tomat, terong, dan lainnya. Perawatannya diserahkan kepada ibu-ibu di dukuh setempat. Sebanyak 600 batang tamanan bakal disusun bertingkat seperti model bertani di lahan terbatas.
“Kami bergerak perlahan karena memang keterbatasan dana. Semua kebutuhan kami penuhi secara swadaya,” ujar Slamet.
Salah satu warga, Sadiman, warga Dukuh Kalikebo, RT 035/RW 010, Desa Kalikebo, menuturkan keikutsertaannya bikin karamba memang sekadar ikut-ikutan temannya.
Ia merasa senang saat berkumpul bersama teman lainnya memberi pakan ikan. Di karamba miliknya, ia menebar 250 ekor benih ikan bawal dan 100-an ekor nila.
“Semoga ini bisa menjadi mata pencaharian baru warga. Di desa ini belum ada sejarah desa ikan. Tapi sekarang, di sungai kami banyak ikan,” harap dia.