Bisnis.com, SEMARANG—Pemerintah Provinsi Jawa Tengah masih optimistis kinerja ekspor non migas bakal cenderung bertumbuh sampai akhir 2019, meskipun terjadi koreksi pada Agustus 2019.
Pada Agustus 2019, ekspor non migas Jateng mencapai US$701,14 juta, turun 6,81 persen dari bulan sebelumnya US$752,37 juta.
Namun, sepanjang 8 bulan pertama 2019, nilai ekspor non migas Jateng sejumlah US$5,524,64 juta, naik 2,75 persen year on year (yoy) dari sebelumnya US$5.376,8 juta.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Tengah Arif Sambodo, menyebutkan perlambatan ekspor Jateng pada Agustus 2019 serupa seperti yang terjadi di tingkat nasional akibat kondisi global yang fluktuatif.
Karena kondisi politik dan ekonomi dunia yang belum stabil, IMF pun mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2019 menjadi 3,3 persen dari sebelumnya 3,5 persen.
“Kita masih optimistis, kendati ada tekanan global. Sampai akhir tahun ini, diperkirakan rerata ekspor Jateng masih ada pertumbuhan meskipun tidak tinggi,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip Kamis (10/10/2019).
Sementara itu, nilai impor per Agustus 2019 turun 14,81 persen yoy menjadi US$8.289,51 juta dari sebelumnya US$9.731,16 juta. Penurunan impor terjadi di sektor barang konsumsi (-24,30 persen) dan bahan baku atau penolong (-23,97 persen), sedangkan barang modal naik 57,30 persen.
Arif menyampaikan peningkatan impor barang modal merupakan indikasi positif karena pelaku usaha ingin meningkatkan produktivitas melalui pembelian mesin, sekaligus mensubtitusi bahan baku dari luar negeri.
Misalnya, industri tekstil mulai memproduksi benang staple sendiri, sehingga mengurangi volume impor. Sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) menjadi andalan Jateng, karena berkontribusi 44,03 persen atau US$2.432,42 juta terhadap total ekspor per Agustus 2019.