Bisnis.com, SLEMAN - Minimnya stok masker di pasaran mendorong warga Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman untuk membuat masker sendiri dengan melibatkan 10 penjahit dengan produksi masker 8.000 uniy.
Tidak hanya diproduksi untuk dipasarkan, masker yang dibuat juga dibagikan kepada warga yang membutuhkan.
Produksi masker ini dilakukan oleh sejumlah pemuda dan tokoh masyarakat di Hargobinangun. Mereka memberdayakan perajin rumahan untuk membuat masker. Setidaknya terdapat 10 penjahit yang dilibatkan untuk membuat masker.
"Awalnya ada beberapa pemuda datang ke rumah, melontarkan ide membuat masker, sekaligus untuk memperdayakan usaha rumahan yang ada di sini,'' kata salah seorang tokoh masyarakat Hargobinangun, Amin Sarjito, Rabu (1/4/2020).
Dia menilai ide tersebut sangat baik untuk mengatasi masalah saat ini yang mana stok masker terbatas dan harganya juga melonjak. Untuk mewujudkan hal itu, Amin kemudian mengajak rekannya dan beberapa penjahit rumahan juga diajak berpartisipasi.
"Awalnya hanya ingin membuat sekitar 4.000 masker dengan lima penjahit. Tapi karena kebutuhan dan permintaannya banyak, kami tambah sampai 10 penjahit," kata Amin.
Dari 4.000 masker yang dibuat pada tahap awal, sebanyak 3.000 masker dibagikan secara gratis kepada warga Hargobinangun. Sisanya, dibagikan ke luar Hargobinangun. Seperti ke warga Magelang saat abu erupsi Gunung Merapi terjadi beberapa waktu lalu.
"Saya hanya menyalurkan ide yang diinginkan sejumlah pemuda. Ini sebagai bentuk pemberdayaan bagi mereka dan penjahit yang juga terdampak karena pandemi Virus Corona," kata Amin.
Sebagai seorang panutan Amin Sarjito hanya mengikuti keinginan anak-anak muda desanya. Selagi ide dan keinginannya itu baik, ia siap dibelakangnya. ''Selama ide itu bagus dan untuk kepentingan orang banyak, saya pasti mau dan mendukung. Apalagi apa yang dikerjakan anak-anak muda ini bisa mengangkat kesejahteraan warga,'' katanya.
Ari Murti, tokoh masyarakat lainnya juga mendukung langkah tersebut. Menurutnya, para penjahit rumahan hanya diminta untuk menjahit masker, sementara bahan (kain) disediakan oleh pemuda desa. ''Belakangan setiap masker saat ini dihargai Rp2.500. Ini sebagai bagian dari pemberdayaan ekonomi baik bagi pemuda maupun masyarakat," katanya.
Atiek salah seorang penjahit yang turut kebagian membuat masker mengaku senang, karena kegiatan ini sangat membantu mereka. Di saat suaminya tidak bekerja karena obyek wisata Kaliurang dan lava tour sementara ditutup karena pandemi virus Corona, ia masih bisa menghasilkan pendapatan.
''Suami saya sopir jip wisata Kaliurang dan lava tour, sudah beberapa hari ini tidak kerja karena tidak ada wisatawan yang berkunjung ke Kaliurang,'' kata Atiek.