Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan UMK Segera Disosialisasikan, Pengusaha Diminta Ajak Bicara Buruh

Bagi perusahaan yang belum bisa memenuhi pembayaran upah sesuai UMK ini bisa mengajukan penangguhan waktunya sebulan setelah adanya sosialisasi.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, SOLO - Pemerintah Kota (Pemkot) Solo segera melakukan sosialisasi kepada perusahaan maupun serikat pekerja terkait Upah Minimum Kota (UMK) 2021 yang naik 2,94 persen dibandingkan dengan pada 2020. Pada 2020 UMK Kota Solo sebesar Rp1.956.000, kini menjadi Rp2.013.810.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Kota Solo, Ariani Indrastuti, mengatakan sebelum UMK digedok naik 2,94 persen, muncul dua angka masing-masing usulan dari pengusaha dan serikat pekerja.

“Kalau dari pengusaha menghendaki kenaikan 0 persen, sementara pekerja meminta UMK naik 5,95 persen. Dua angka ini kami sampaikan ke Pak Wali dan diambil tengah-tengah sehingga muncul angka kenaikan UMK 2,94 persen,” kata dia, saat ditemui wartawan, Senin (23/11/2020).

Ariani menjelaskan Dewan Pengupahan Kota (DPK) yang terdiri dari pengusaha, pekerja, dan pemerintah menggelar rapat sebanyak lima kali untuk membahas UMK tersebut. Meskipun demikian, rapat-rapat ini tidak bisa menghasilkan keputusan satu suara sehingga muncul dua angka usulan UMK.

Di sisi lain, perhitungan UMK tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dalam PP ini disebutkan kebijakan pengupahan diarahkan untuk pencapaian penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi pekerja atau buruh.

Setelah ini, pihaknya bakal menggelar sosialisasi penetapan UMK yang melibatkan para pengusaha dan serikat pekerja. Agenda ini dijadwalkan diadakan pada akhir November 2020.

“Bagi perusahaan yang belum bisa memenuhi pembayaran upah sesuai UMK ini bisa mengajukan penangguhan waktunya sebulan setelah adanya sosialisasi,” papar dia.

Di samping itu, pihaknya akan membuka ruang pengaduan bagi tenaga kerja untuk mengantisipasi perusahaan yang tidak mematuhi aturan UMK terbaru tersebut. Menurutnya, sesuai regulasi perusahaan yang mengajukan penangguhan tetap diwajibkan membayar upah pekerja sesuai UMK karena sifatnya utang sehingga harus dibayarkan.

Kabid Hubungan Industrial Disnakerperin Solo, Ida Farida, menambahkan di Solo ada sebanyak 2.000-an perusahaan dengan didominasi sektor jasa dan tekstil.
“Tahun lalu tidak ada perusahaan yang mengajukan keberatan soal penetapan UMK,” ungkap dia.

Sementara itu, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Solo, Wahyu Rahadi, mengatakan ketetapan UMK Solo mengecewakan karena tidak sesuai harapan serikat pekerja, bahkan kenaikannya lebih rendah dari UMP Jateng 2021.

“Harapan kami kenaikan bisa terpenuhi, tapi kembali pada keputusan pemerintah. Kami kecewa tidak sesuai dengan harapan. Kalau cukup tidak cukup, seharusnya ada survei KHL, tapi tidak dilakukan,” papar dia.

Wahyu menambahkan UMK Solo menjadi ironi karena kalah jauh dibandingkan dengan Semarang atau pun kota-kota lainnya. Ia mencontohkan Kota Solo yang notabene semi metropolis semestinya memiliki nilai tawar tinggi.

Menurutnya, UMK tidak pernah terkait dengan PHK. Hal ini bisa dicek berapa data orang PHK saat ini karena faktor kenaikan upah. Sementara pengusaha selalu menggunakan narasi PHK untuk memaksa pekerja mau menerima politik upah murah.

“Apakah ada jaminan kemudian ketika UMK tidak dinaikkan tidak ada PHK? Apalagi jika sesungguhnya komponen upah dalam keseluruhan biaya produksi itu hanya sekitar 15 persen kecuali di sektor jasa. Kalau naik 10 persen saja itu hanya mempengaruhi 1,5 persen dari total biaya produksi,” jelas dia.

Dalam kesempatan berbeda, kalangan pengusaha di Jawa Tengah yang tergabung dalam Apindo Jateng menghormati keputusan gubernur yang menaikkan UMK tahun 2021.

Kendati demikian, menurut Ketua Apindo Jateng Frans Kongi hanya 20 persen perusahaan yang mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19. Sementara 80 persen lainnya mengalami kesulitan saat pandemi.

"Terkait kenaikan UMK, saya serahkan ke Apindo di tiap kabupaten/kota apakah sudah menerima atau tidak, yang jelas untuk Apindo Jateng menghormati keputusan gubernur," kata Frans Kongi, Senin (23/11/2020).

Dia menjelaskan, untuk usaha yang mengalami kesulitan banyak di sektor tekstil dan garmen, terutama yang hanya mengandalkan eskpor ke luar negeri.

Untuk itu Apindo mengimbau, kepada para pengusaha yang terdampak atas pandemi covid-19, untuk berbicara dengan buruh, supaya kondisinya tetap kondusif dan produksi tetap berjalan.

Dia mengakui, dengan kenaikan upah yang sudah ditetapkan akan ada beberapa pengusaha yang akan melakukan penangguhan. Hal itu karena memang belum banyak industri yang mampu bangkit.

"Sekarang ini baru sekitar 30 persen-40 persen sektor industri yang mulai bangkit," katanya.

Sebelumnya, Upah Minimum di 35 Kota Kabupaten di Jawa Tengah mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2020. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan, kenaikan bervariasi mulai dari 0,75 persen hingga 3,68 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper