Bisnis.com, SOLO — Jawa Tengah (Jateng) disebut menjadi salah satu provinsi di Pula Jawa kurang berhasil mengurangi mobilitas warganya selama PPKM Darurat. Efektifitas PPKM Darurat paling terlihat di Jawa Timur (Jatim).
Hal ini tercermin dari hasil riset Institute For Policy Development, Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik (DMKP) Fisipol UGM Yogyakarta, berjudul ‘Catatan Setengah Jalan PPKM Darurat’ yang dipublikasikan pada Kamis, (15/7/2021).
Mengutip situs ugm.ac.id, Jumat (16/7/2021), hasil riset itu menunjukkan PPKM Darurat sejak 3 Juli 2021 memang berhasil mengurang aktivitas masyarakat di ruang publik. Namun jika diperinci per provinsi, hasilnya akan sangat variatif. Dari situ terihat efektivitas PPKM di Jateng masih sangat rendah.
Salah satu dari tim peneliti, Cahyani Widi, mengungkapkan di wilayah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten, PPKM Darurat hanya berhasil meningkatkan aktivitas masyarakat di area rumah sebanyak kurang dari 1 persen. Di Jatim angkanya bisa sampai 2,71 persen.
“Alhasil, PPKM Darurat terlihat berjalan kurang efektif di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya,” tutur Widi.
Rapor merah Jateng bukan hanya pada minimnya peningkatan aktivitas masyarakat di area rumah. Namun juga pada tingkat aktivitas masyarakat di kantor. PPKM Darurat seharusnya membuat aktivitas masyarakat di kantor menurun. Di Jateng yang terjadi justru sebaliknya yakni aktivitas masyarakat di kantor meningkat sebesar 0,57 persen.
Di Yogyakarta, penurunan mobilitas masyarakat di area retail dan rekreasi memang cukup signifikan. Namun, mobilitas masyarakat di area taman justru mengalami peningkatan. Peningkatan mobilitas masyarakat di area taman ini diketahui terjadi juga di wilayah DKI Jakarta.
Baca Juga
Dari hasil temuan itu, salah satu anggota lain dari tim peneliti UGM, Media Wahyudi Askar, memberikan sejumlah rekomendasi. Rekomendasi pertama, pemerintah perlu terus menyiapkan penambahan tempat tidur, posko, tenda, gedung darurat, ataupun selter.
Kedua, pemerintah juga perlu menggunakan sistem rujukan bertingkat antar fasilitas kesehatan (rumah sakit dan selter) yang berbasis pada tingkat gejala pasien. Sehingga penumpukan pasien di fasilitas kesehatan dapat diminalkan. Ketiga membatasi arus masuk bagi orang dari luar negeri.
Keempat mengoptimalkan kebijakan Work From Home (WFH) dan pembatasan mobilitas masyarakat di luar rumah, terutama di Bali. Kelima, pemerintah juga perlu memastikan distribusi tabung oksigen di seluruh fasilitas kesehatan terkendali dengan baik dan merata.
“Tadi pagi pemerintah melakukan konferensi pers, Bapak Luhut Pandjaitan, dan sudah diberikan catatan-catatan. Tapi memang yang perlu kami sampaikan di sini adalah kondisi di lapangan jauh lebih kompleks dan rumit dari apa yang dipaparkan oleh pemerintah,” pungkas Media yang juga dosen Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM.