Bisnis.com, SALATIGA – Tanasurga merupakan restoran berbahan dasar organik yang telah beroperasi sejak awal 2020 lalu. Pemiliknya adalah Setyo Budi bersama istrinya, Arina.
Restoran tersebut tak hanya berfungsi untuk menerima tamu. Di atas lahan seluas 1.000 m2 itu pula Budi dan Arina merawat kebun organik milik mereka sendiri.
“Kebun ini sebelum kita buat kafe, pada 2018 juga sudah kita tanami. Ada terong, pare, kemudian bayam, dan lain-lain untuk konsumsi keluarga kami. Selang beberapa waktu, Arina menanam markisa, itu sempat kita buat sirup juga. Bahkan kita juga buat infused water, kita jual ke kantor-kantor. Sesuatu yang sebetulnya bagus juga untuk kesehatan karena untuk cleansing,” jelas Budi ketika ditemui Bisnis pada Rabu (15/9/2021).
Arina mengungkapkan bahwa setiap bahan baku hidangan di Tanasurga diupayakan bersumber dari kebun organik miliknya. Meskipun demikian, karena keterbatasan lahan dan jenis tanaman, saat ini beberapa bahan baku mesti Arina dapatkan dari petani-petani organik lainnya di sekitaran Salatiga.
“Kalau untuk belanja dari luar itu biasanya untuk bahan baku yang tidak mungkin kita tanam, seperti wortel dan kentang karena lahan perkebunannya kurang tinggi. Juga coriander, kita belum bisa tanam sendiri. Tetapi kita juga melihat kebutuhan, kebun akan mengikuti kebutuhan dapur, jika kita perlu sayuran tertentu ya akan kita tanam lebih banyak lagi di kebun,” jelas Arina.
Konsep slow food yang diperkenalkan Arina dan Budi di Tanasurga juga menjadi ciri khas tersendiri bagi restoran tersebut. Dengan bahan baku yang diolah langsung dari kebun, tak heran apabila proses pengolahan tak secepat restoran-restoran cepat saji lainnya.
“Ada beberapa restoran yang memang bahan bakunya sudah setengah dimasak, setelah ada tamunya baru diolah lagi. Di sini kami benar-benar dari nol, istilahnya last minute. Jadi ada pelanggan yang merasa terlalu lama, tapi ya itu konsep kita. Istilahnya slow food, bahwa ini juga bisa dinikmati, bukan hanya dikonsumsi, tapi juga dinikmati suasananya,” jelas Budi.
Suasana yang khas di Tanasurga itu pula yang membuat pelanggan-pelanggannya rindu untuk kembali ke restoran tersebut. Budi mengungkapkan bahwa restoran miliknya tak jarang didatangi tamu dari kota-kota di sekitar Salatiga. “Bahkan ada satu keluarga yang datang dari Semarang hanya untuk ke sini. Karena di Semarang tidak ada tempat seperti ini. Bisa seminggu sekali mereka datang, juga ada yang dari Ambarawa,” tambahnya.
Meskipun demikian, pandemi Covid-19 sempat memberikan dampak negatif bagi usaha yang baru dirintisnya tersebut. Budi mengaku bahwa jumlah kunjungan di restorannya mengalami penurunan yang signifikan selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
“Jadi Mei itu sempat ramai, karena masih baru. Kemudian beberapa hari kemudian itu PPKM, kita tidak boleh menerima tamu. Banyak yang datang juga tidak jadi takeaway, karena mereka ingin menikmati suasana. Dengan udara seperti ini yang tidak hujan, apalagi malam hari, ini memang bagus sekali,” jelas Budi.