Proyek Strategis Nasional
Bagas juga menyorot Proyek Strategis Nasional (PSN) berupa Jalan Tol Semarang-Demak yang saat ini masih dalam tahap konstruksi.
Proyek tersebut dinilai problematis karena alih-alih menyelesaikan masalah banjir rob di pesisir utara Semarang-Demak, namun justru berpotensi memperparah penurunan muka tanah di wilayah tersebut.
“Sebenarnya menarik, akhir-akhir ini muncul berita penggunaan material bambu sebagai bantalan jalan [Tol Semarang-Demak]. Kalau kita simak alasannya, karena kondisi tanah di wilayah tersebut tidak stabil. Sebenarnya, dari sini terlihat bahwa belum terkonsolidasikannya tanah-tanah aluvial di Semarang. Kalau ditambah beban bangunan, yang dalam kacamata kami bisa memicu aktivitas pembangunan di pesisir, justru kontra-produktif,” tuturnya.
Jenis tanah aluvial sendiri memang sangat umum ditemui di wilayah Semarang Raya.
Tanah aluvial terbentuk akibat endapan lumpur yang terbawa oleh aliran sungai. Oleh karena itu, jenis tanah ini biasa ditemui di wilayah hilir. Karakteristik yang dimiliki oleh tanah aluvial sebetulnya sangat cocok untuk aktivitas pertanian. Jenis tanah ini memiliki tekstur yang lembut sehingga mudah digarap.
Soedarsono dan Rifqi Brillyant Arief, peneliti dari Jurusan Teknik Sipil dan Bangunan Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang, sempat melakukan riset untuk memprediksi besar dan lama penurunan muka tanah di dataran aluvial Kota Semarang.
Dalam penelitian tersebut, diprediksi bahwa Kota Semarang bagian bawah masih akan mengalami penurunan muka tanah untuk 5-30 tahun ke depan.
Wilayah di sekitar Jalan Tambakrejo, misalnya, diprediksikan bakal mengalami penurunan muka tanah hingga 30 tahun mendatang.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, kedalaman penurunan muka tanah diprediksikan hampir mencapai 1 meter, tepatnya di angka 92,1 centimeter.
Sementara itu, di sekitar Terminal Terboyo, penurunan muka tanah diprediksikan masih akan terus terjadi hingga 25 tahun mendatang. Begitu pula di Tambak Lorok, Muktiharjo Lor, Bandara Ahmad Yani, hingga Jalan dr. Cipto, land subsidence diprediksikan bakal terus terjadi hingga 20 tahun lebih.