Bisnis.com, SOLO - Keterbatasan tak membuat Muhammad Fauzan berkecil hati atau minder.
Meski gangguan pendengaran sudah dialaminya sejak lahir sehingga sulit berkomunikasi dengan teman-temannya. Namun, hal tersebut tidak mematahkan semangat Fauzan kecil.
Berkat kegigihan dan ketekunannya dalam dunia menggambar, laki-laki 19 tahun yang kini menempuh pendidikan di Desain Komunikasi Visual (DKV), Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta tersebut berhasil menyabet sejumlah prestasi dalam berbagai ajang kompetisi bergengsi.
Karena capaiannya itu, kini Fauzan dinobatkan sebagai pemuda difabel berprestasi nasional 2021.
Diceritakan Fauzan, ketertarikannya dalam dunia menggambar sudah terasah sejak kecil.
Baca Juga
Dengan ketekunan yang dilakukan itu, segudang prestasi sudah berhasil dikantonginya bahkan sejak masih duduk di bangku Sekoklah Menengah Pertama (SMP).
Prestasi tersebut bukanlah suatu capaian ambisi belaka, melainkan pembuktian bagi dirinya sendiri dan sekelilingnya bahwa ia mampu berkarya melampaui keterbatasan yang dialaminya.
Berimajinasi Lewat Karya
Dikatakan Fauzan, menggemari aktivitas menggambar sudah dilakukan sejak masih di Taman Kanak-kanak (TK).
Dari aktivitasnya itu, ia mengaku menemukan keteduhan dalam jiwa. Bahkan tak hanya menciptakan keteduhan, ia mengimbuhkan bahwa menggambar juga dapat memperluas daya imajinasinya. Melalui goresan ilustrasi itu, jutaan angan dalam daya pikirnya tercipta.
Begitu menemukan dua hal itu, Fauzan kecil tahu bahwa menggambar adalah aktivitas yang disukainya. Fauzan terus menggambar dan mulai betul-betul menekuni dunia tersebut saat duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
“Aku mulai serius gambarnya itu pas kelas 5 SD,” ungkap Fauzan.
Awalnya —saat masih di TK, Fauzan menggambar menggunakan crayon. Namun, daya kreativitas itu terus bertumbuh hingga sekarang. Kini, tak hanya menggunakan crayon, Fauzan juga bisa menggambar menggunakan peralatan menggambar lainnya seperti cat air. Bahkan di era serba teknologi ini, Fauzan juga terus mengasah kemampuan menggambarnya menggunakan alat digital.
Pemuda yang bercita-cita sebagai illustrator tersebut menceritakan bahwa bakat yang dimilikinya berawal dari perasaan enjoy yang muncul saat ia melakukan aktivitas kegemarannya, yaitu menggambar.
Perasaan enjoy tersebut mendorongnya untuk terus mendalami dunia menggambar dan terus mengasah kemampuannya. Tanpa ada sedikitpun rasa terpaksa, ia dengan senang hati terus mempelajari berbagai macam style menggambar. Ibarat gayung bersambut, kegemarannya tersebut ternyata mendukung impiannya sebagai illustrator dan aminator.
Beragam objek yang tercipta di dalam imajinasinya berhasil lahir dalam bentuk gambar. Mulai dari style anime hingga realis.
Tak Hanya Asal Coret, Menggambar Butuh Riset
Menjuarai berbagai lomba menuntut Muhammad Fauzan untuk menciptakan bermacam-macam style menggambar. Sering kali, ia harus menyesuaikan gambarnya dengan tema yang diberikan oleh panitia lomba. Misalnya saja, pada lomba Fanart yang baru saja diikutinya. Fauzan menggambar suasana musim gugur sesuai dengan tema yang diberikan oleh panitia.
Meskipun harus menggambar dengan berbagai macam style, Fauzan mengaku bahwa ia tak pernah kehabisan inspirasi.
Sebab, ia selalu melakukan riset sebelum menggambar suatu objek. Melalui riset tersebut, Fauzan bisa memperdalam makna gambar yang ia ciptakan sehingga pesan di dalam karya tersebut dapat tersampaikan. Riset juga membantu Fauzan menemukan detail-detail kecil yang bisa membuat hasil karyanya terlihat lebih unik. Salah satunya gambar maskot acara pada salah satu karya yang dibuatnya.
Selain memperdalam makna gambar yang dibuatnya, riset juga membantu Fauzan untuk mengenali selera juri di dalam acara yang ia ikuti.
“Sebelum ikut lomba itu, aku cari tau acaranya itu lebih pengen seperti gimana gambarnya. Dan juga lihat-lihat karya juri biar nanti tahu jurinya lebih pengen kayak gimana gambarnya,” imbuh Fauzan.
Riset membuat Fauzan lebih percaya diri saat hendak mengirimkan hasil karyanya. Begitupun dengan hasil karya bergaya realisme yang berhasil dinobatkan sebagai pemenang perak kategori mahasiswa pada lomba Siapfest. Berjudul Pusaka Elok Tak Sirna, Fauzan mengatakan bahwa ia juga melakukan riset untuk menemukan perbedaan dari beberapa karya yang sebelumnya pernak dibuatnya.
“Beda banget dengan Fanart, lomba Siapfest itu lebih ke budaya Indonesia, temanya "identity" sih. Jadi lebih menunjukkan ciri khas daerah yang ditinggalinnya. Aku menggambar tari denok kenong Semarang, alat musik gamelan, sama tempat khas terus dicocokin satu sama lain,” jelas Fauzan saat membagikan proses riset yang dilaluinya ketika menciptakan karya Pusaka Elok Tak Sirna.
Tak hanya memikirkan soal objek apa saja yang akan digambar, Fauzan juga menentukan judul yang sesuai dengan karya yang dibuatnya. Pusaka Elok Tak Sirna memiliki pesan bahwa budaya Indonesia tidak akan hilang meskipun berada di peradaban yang semakin modern.
Terpilih sebagai Pemuda Difabel Berprestasi Nasional 2021
Memiliki segudang prestasi yang diraihnya sejak masih duduk di bangku sekolah, membuat Muhammad Fauzan terpilih sebagai Pemuda Difabel Berprestasi Nasional 2021 di usianya yang baru menginjak 19 tahun.
Hingga saat ini, ia telah mengumpulkan lebih dari 10 karya yang dinyatakan sebagai juara.
Capaian Fauzan sebagai Pemuda Difabel Berprestasi Nasional 2021 membuktikan bahwa menjadi seorang difabel tidak membatasi ruang geraknya dalam berkarya.
Motivasi Terbesar adalah Orangtua
Meskipun mengaku menyukai dunia menggambar dengan sendirinya, Muhammad Fauzan tidak menampik bahwa kedua orangtuanya memiliki peran yang sangat besar dalam mendukung bakat menggambar di dalam dirinya.
Awalnya, ia hanya menyukai aktivitas menggambar dan melakukannya untuk menghabiskan waktu luang. Di saat-saat seperti itulah, Fauzan menyadari bahwa kedua orangtuanya tidak pernah melarangnya melakukan kegiatan menggambar.
Bahkan dukungan dari kedua orangtua Fauzan membuatnya termotivasi untuk terus berkarya dan mengikuti berbagai kompetisi untuk memperoleh pengalaman baru.
“Motivasiku itu karena orangtuaku emang ngedukung aja, tidak ada larangan buat berkarya. Jadi, bisa menang penghargaan juga masuk ke motivasiku buat berkarya lebih lanjut,” ujar Fauzan.
Dukungan penuh yang diperoleh dari kedua orangtuanya juga membentuk rasa percaya diri Fauzan.
Ia tidak pernah menganggap keterbatasannya sebagai kelemahan melainkan sebagai keunikan yang dimilikinya. Kesadaran itu juga diperoleh dari idolanya yaitu Surya Sahetapy yang kebetulan memiliki keterbatasan yang sama. Fauzan menyadari bahwa keterbatasan yang dimilikinya tidak boleh mematahkan semangatnya untuk terus berkarya dan menginspirasi kawan-kawannya.
Sejatinya, manusia memiliki banyak potensi dalam diri. Satu keterbatasan tidak berarti menghentikan pontensi lainnya. Sebagai makhluk yang sempurna dan diberi kelengkapan berupa akal dan hati, manusia bisa memaksimalkan daya di dalam dirinya agar terus tumbuh dan senantiasa bermanfaat bagi sesama.
“Jangan menganggap kalau kecacatan itu adalah halanganmu, jadikan kecacatan itu sebagai keunikanmu sendiri. Apabila kalian menemukan sesuatu yang menarik, yang membuat kalian suka, ikut saja dan raihlah passionmu. Jangan begitu dengarkan hal-hal yang negatif dari orang sekitar,” pungkas Muhammad Fauzan.