Bisnis.com, SEMARANG — Biaya hidup di provinsi Jawa Tengah diklaim sebagai salah satu yang termurah di Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019, Jawa Tengah menempati urutan keempat provinsi yang biaya hidupnya paling rendah di Indonesia.
Pada 2019, pengeluaran per kapita per bulan penduduk desa di Jawa Tengah sekitar Rp825.060, sementara warga di perkotaan sebesar Rp1.081.327.
Jika dihitung secara rata-rata, maka pengeluaran penduduk pedesaan dan perkotaan di Jawa Tengah sebesar Rp956.403 per bulan.
Sebagai informasi, besar dan kecil biaya hidup di suatu daerah memengaruhi kesejahteraan penduduk. Sebab, tinggi rendahnya biaya hidup akan berpengaruh pada kualitas pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Baca Juga
Adapun komponen yang memengaruhi biaya hidup di suatu daerah dinilai dari beberapa indikator. Mulai dari tempat tinggal, tagihan utilitas, makan dan minum, transportasi, komunikasi, asuransi kesehatan, belanja bulanan, hiburan serta rekreasi, dan dana darurat.
Biaya Hidup di Jawa Tengah
Lantas, berapa besaran biaya hidup di Jawa Tengah yang termasuk paling murah di Indonesia?
Dihimpun dari berbagai sumber, Jumat (21/1/2021), biaya minimum untuk tinggal selama sebulan di Kota Solo sekitar Rp1,6 juta. Total biaya ini dapat berubah sesuai dengan gaya hidup setiap orang.
Jumlah itu termasuk lebih rendah daripada biaya untuk hidup di ibu kota provinsi, Kota Semarang. Rata-rata total biaya hidup di Semarang selama sebulan adalah Rp1,9 juta hingga Rp2 juta.
Sementara biaya hidup di wilayah industri Jawa Tengah seperti di Kabupaten Jepara, Kudus, dan Demak, cukup tinggi, padahal upah minimum yang diperoleh pekerja cenderung rendah.
Biaya Hidup di Solo
Mengapa biaya hidup di Kota Solo cenderung lebih murah dibandingkan wilayah lain di Jawa Tengah?
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, BRM Bambang Irawan, mengungkapkan ada sejumlah faktor yang menyebabkan biaya hidup di Kota Bengawan relatif murah atau terjangkau.
Hal itu terutama ketika biaya hidup di Solo dibandingkan dengan kota-kota seperti Semarang, Jogja, Surabaya, Bandung, dan Jakarta. Sebab menurutnya sejatinya Solo hanyalah kotamadya atau kota kecil, bukan ibu kota provinsi.
Faktor lain penyebab biaya hidup di Solo relatif murah, menurut Bambang, karena pendapatan per kapita per bulan juga lebih rendah. Di luar itu, menurut Bambang, besaran biaya hidup masyarakat tergantung segmentasi ekonomi yang dipilih. Sebab pada praktiknya tersedia berbagai macam segmentasi ekonomi, mulai dari hidup sederhana atau hidup mewah.
Termasuk ketika masyarakat belanja untuk kebutuhan jajan kuliner, ketika yang dipilih hik atau wedangan kampung tentu biayanya murah. Dengan uang hanya Rp5.000, menurut Bambang, sudah bisa makan minum di situ.
Tapi ketika tempat yang dipilih adalah wedangan modern atau kafe, biaya yang harus dikeluarkan bisa berkali lipat. Artinya ada faktor gaya hidup masyarakat yang sangat mempengaruhi biaya hidup yang dikeluarkan per bulan.