Bisnis.com, SEMARANG – Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Mila Karmila, mengingatkan para pemangku kebijakan untuk mencari solusi yang inovatif dalam menanggulangi bencana banjir rob. Pasalnya, kelompok akademisi sejak jauh-jauh hari telah mewanti-wanti potensi terjadinya bencana di kawasan utara Jawa Tengah tersebut.
“Apakah kemudian ini menjadi momen introspeksi bagi pemerintah, ya tidak tahu. Tapi kita sudah menyampaikan ini berkali-kali, tapi tidak ada aksi yang baik. Sehingga ya kejadian seperti ini [banjir rob] akan terus berulang,” jelas Mila saat dihubungi Bisnis, Selasa (24/5/2022).
Banjir rob di kawasan pesisir utara Jawa Tengah disebabkan oleh periode air pasang. Menurut Mila, kondisi tersebut diperparah dengan kondisi muka tanah di area pesisir utara yang sudah berada di bawah permukaan laut. Sehingga, ketika air laut naik, potensi terjadinya banjir rob juga ikut meningkat.
Infrastuktur penahan gelombang pasang yang dibangun juga tak berperan banyak. Terlebih apabila proses pemeliharaannya tidak dijalankan dengan baik. Menurut Mila, dengan peringatan gelombang tinggi yang secara berkala dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG),mestinya para pengambil kebijakan bisa lebih dulu mengambil tindakan antisipasi sebelum terjadinya banjir rob.
“Yang kasihan kan sebetulnya masyarakat. Tambak Lorok Banjir, Tambak Rejo Banjir. Ke Mijen yang dari 2017 tidak pernah banjir itu kemarin sampai banjir, karena masuk dari arah pelabuhan. Artinya dia mendapat limpasan dari sana, banjir bukan karena hujan, tapi karena masuknya air ke daratan,” jelas Mila.
Untuk menanggulangi hal tersebut, ada sejumlah cara yang sebetulnya bisa diambil. Menurut Mila, pemerintah bisa saja mengeluarkan kebijakan untuk mengendalikan penggunaan air tanah di kawasan pesisir utara Jawa Tengah. Pasalnya, di wilayah tersebut, penggunaan air tanah menyebabkan penurunan muka tanah yang kian masif.
“Masalahnya, sekarang itu industri mengambil [air] bawah tanah. Karena air dangkalnya sudah jelek. Sekarang berarti pemerintah harus menyiapkan air, yang entah melalui PDAM entah apa, yang membuat industri tidak mengambil air bawah tanah. Karena kalau Cuma membatasi, tapi kalau pemerintah tidak punya solusi menyediakan air bersih untuk industri itu jadi aneh juga,” jelas Mila.
Mila juga menambahkan, upaya pembangunan tanggul penahan air laut di kawasan Tanjung Emas, bahkan pembangunan tanggul di Tol Semarang-Demak, sebetulnya tidak serta merta menyelesaikan persoalan banjir rob. “Tidak bisa hanya mengandalkan dengan konstruksi. Karena itu akan selalu melawan alam. Artinya, itu hanya sementara,” jelasnya.
Menurut Mila, semestinya upaya penanggulangan banjir rob di kawasan pesisir utara Jawa Tengah mesti menggunakan pendekatan keberlanjutan. Salah satunya dengan menggalakkan penanaman mangrove di kawasan pesisir. “Jadi nanti pada saat tanggul jebol masih ada penahan alami,” tambahnya.