Bisnis.com, SEMARANG – Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, diwakili Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah Sujarwanto Dwiatmoko, menyebut ketergantungan pada energi fosil mesti dikurangi sedikit demi sedikit. “Pada intinya, kita harus mampu berdaulat di bidang energi,” ucapnya dalam acara pemberangkatan Ekspedisi Energi yang digelar Solopos, Jaringan Informasi Bisnis Indonesia, Senin (20/6/2022).
Ganjar menjelaskan semakin berkembangnya sektor industri ikut meningkatkan kebutuhan energi di Jawa Tengah. Apabila tidak dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin di masa mendatang Jawa Tengah bakal mengalami krisis energi.
Diversifikasi dan konservasi energi menjadi salah satu cara yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk memenuhi tingginya permintaan energi tersebut. Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) juga dilakukan guna meningkatkan bauran.
“Ke depan kita ingin meningkatkan pemanfaatan EBT minimal 21,32 persen pada tahun 2025 dan minimal 28.82 persen pada tahun 2050,” jelas Ganjar.
Namun demikian, pemenuhan target bauran EBT tersebut masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah kekhawatiran masyarakat ketika Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berencana untuk meningkatkan pemanfaatan energi panas bumi.
“Padahal ini tidak menakutkan, energi panas bumi itu bersih. Bahkan di Islandia, misalnya, telah berhasil memanfaatkan energi panas bumi untuk memenuhi kebutuhan listrik mereka secara efektif dan bahkan membangkitkan roda ekonomi,” jelas Ganjar.
Baca Juga
Tak hanya itu, rendahnya bauran EBT di Jawa Tengah juga disebabkan salah satunya dari tingginya kebutuhan energi di wilayah tersebut. “Kalau bebannya semakin tinggi dan kita gagal memberikan suplai listrik ya tidak ada pertumbuhan apa-apa di Jawa Tengah,” jelas Ganjar.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Ganjar menyebut diperlukan sinergitas yang baik dari banyak pihak, tak cuma di tingkat pemerintah daerah. “Untuk memenuhi keterpenuhan energi, baik itu listrik, minyak gas, dan energi yang lainnya, sangat penting untuk membangun sinergitas, itu yang terus kita perkuat,” jelasnya.
Pada kesempatan berbeda, Guru Besar Departemen Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Deendarlianto, menyebut transisi dari energi fosil ke EBT merupakan satu keniscayaan.
“Kalau Indonesia tidak masuk dalam trendsetter dunia yang seperti itu, tentu saja produk Indonesia yang dihasilkan dari energi fosil susah bersaing dan tidak mendapat tempat di market internasional,” jelasnya.