Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Sebut Kenaikan Harga Pangan Berpotensi Ungkit Inflasi di Jateng

Pada tahun ini BI memperkirakan inflasi di Jawa Tengah bisa berada di angka 3±1 persen.
Penjualan kebutuhan pokok di pasar tradisional./Ilustrasi-Bisnis
Penjualan kebutuhan pokok di pasar tradisional./Ilustrasi-Bisnis

Bisnis.com, SEMARANG - Angka inflasi di Jawa Tengah pada bulan Juli 2022 berada di 0,51 persen. Lebih rendah ketimbang inflasi pada bulan Juni yang mencapai 0,85 persen. Namun demikian, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Jawa Tengah, Rahmat Dwi Saputra, mengingatkan bahwa ancaman inflasi masih menghantui wilayah tersebut.

"Ada beberapa risiko yang meningkatkan inflasi kita. Yaitu pencabutan subsidi minyak goreng curah sejak 31 Mei 2022. Lalu pencabutan subsidi pupuk per 1 Juli kemarin, ini sebagai penyesuaian kenaikan bahan baku internasional. Kemudian adalah krisis energi global," jelas Rahmat, Rabu (3/8/2022).

Rahmat menambahkan, pada tahun ini BI memperkirakan inflasi di Jawa Tengah bisa berada di angka 3±1 persen. Dengan catatan, stabilisasi harga dan stok pangan bisa dilakukan pemerintah daerah.

"Harapannya, harga dan pasokan pangan terjaga sampai akhir tahun. Distribusinya juga terjaga dengan baik, terutama untuk beras dan hortikultura," jelas Rahmat.

Pada bulan-bulan sebelumnya, kenaikan harga komoditas pokok seperti cabai dan bawang merah memang menjadi penyumbang utama laju inflasi di Jawa Tengah. Rahmat menyebut, kenaikan harga dua komoditas itu khususnya di Kota Semarang, disebabkan oleh geliat ekonomi di daerah.

"Akibat Tol Trans Jawa, Kota Semarang menjadi kota transit, ini menggerakan pertumbuhan hotel, restoran, dan catering. Itu menyebabkan peningkatan permintaan daging ayam ras, cabai merah, dan bawang merah," jelas Rahmat.

Sementara itu, untuk komoditas beras, Rahmat menyebut Jawa Tengah masih punya peluang untuk meningkatkan ketahanan pasokan. "Memang Jawa Tengah sudah menyalip Jawa Barat untuk produksi padi. Kita 18 persen, sama dengan Jawa Timur," jelasnya.

Rahmat juga menjelaskan bahwa pertanian masih menjadi sektor yang menjanjikan untuk dikembangkan lebih lanjut di Jawa Tengah. Terlebih dengan tingginya permintaan negara-negara mitra dagang Jawa Tengah untuk produk-produk agro industri.

"Potensi yang dapat dioptimalkan untuk domestiknya adalah tetap pertanian, kemudian industri furnitur kayu, konstruksi, dan perdagangan eceran," jelas Rahmat.

Aviliani, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkapkan pentingnya keterlibatan pemerintah daerah guna memastikan ketahan pangan di daerahnya sendiri.

"Inflasi itu kan justru dari cabai. Ini berarti, dalam ekonomi lokal perlu dikembangkan terutama pangan. Karena pangan di tiap daerah itu berbeda-beda, Sumatera Barat mungkin berbeda dengan Jawa Tengah. Sehingga memang keterlibatan pemerintah daerah menjadi penting," jelas Aviliani.

Untuk menjaga laju inflasi di daerah, Aviliani juga menyarankan pemerintah daerah termasuk di Jawa Tengah untuk bisa memperhatikan sisi pasokan dan permintaan komoditas. Terlebih di tengah gejolak harga komoditas di tingkat internasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Miftahul Ulum

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper