Bisnis.com, SEMARANG - Naufal Afaf, pemuda asli Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, memarkir motor bebeknya ketika Bisnis menyambangi kebun pembibitan NU Agrofarm. Sehari-hari, pria lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) itu lebih banyak menghabiskan waktu di lahan.
Tidak banyak anak muda di desa Naufal tergerak untuk bekerja di sektor pertanian. Anggapan bahwa pekerjaan ini kotor dan tidak bergengsi, membuat banyak anak muda menghindarinya. Padahal, potensi cuan yang dihasilkan cukup tinggi.
NU Agrofarm adalah salah satu usaha yang belum genap setahun berjalan. Meski demikian, sudah terlihat titik terang dalam bisnis pembibitan kentang yang kemudian dipasarkan kepada para petani di kawasan Dieng. Omzet kotor dalam waktu delapan bulan bahkan sudah mencapai angka miliaran rupiah.
Naufal merupakan salah satu pengurus tanaman yang bertugas menyiram bibit setiap pagi dan sore hari, juga menyemprotkan obat secara berkala. Total ada tiga orang pekerja yang memiliki tugas sama. Mereka digaji Rp1,5 juta per bulan.
"Pekerjaannya cuma nyirami tanaman waktu pagi dan sore. Semprot obat. Paling bersih-bersih, tidak seperti kerja pabrik yang full shift. Santai. Paling kerja beratnya kalau menyiapkan media tanam. Siang hari ketika senggang masih bisa main [ikan] Channa, atau main gim," ujarnya, diselingi tawa.
Sejak awal didirikan, salah satu misi NU Agrofarm adalah untuk memberdayakan anak-anak muda di sekitar Kecamatan Kejajar. Usaha pembibitan itu dimiliki oleh Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kejajar dan diinisiasi oleh Lembaga Pengembangan Pertanian (LPP) NU wilayah tersebut.
Faqih Mujarob pengurus NU Agrofarm sekaligus Wakil Tanfidz MWCNU Kejajar, menjelaskan bahwa misi utama yang dibawa NU Agrofarm adalah untuk mencetak generasi petani yang punya mimpi. "Dengan merawat tanah, memuliakan alam, dan menjadi pengusaha andal. Artinya, bagaimana mereka bisa meminimalkan modal tapi mengantongi keuntungan yang banyak," jelasnya.
Faqih menuturkan, ide untuk mengembangan usaha pembibitan itu dimulai dari survei sederhana yang dilakukan pengurus NU wilayahnya. "Di daerah kami ini, biaya untuk memenuhi kebutuhan bibit kentang setiap tahunnya bisa mencapai puluhan miliar. Biasanya ambil dari wilayah Bandung, Pangalengan," jelasnya.
Padahal, bibit-bibit yang didatangkan dari luar wilayah itu belum tentu berkualitas unggul. Bahkan, tak jarang petani kentang di Kejajar ditipu distributor bibit dari luar wilayah.
Dari kondisi tersebut, ide untuk mengembangan usaha pembibitan secara swadaya pun mengemuka. Memanfaatkan jaringan kelembagaan, MWCNU Kejajar berhasil menggandeng akademisi untuk melakukan riset dan menentukan pola pembibitan terbaik.
"Kami memulai dari pembuatan laboratorium sendiri. Sekarang kami bisa kembangkan planetnya sendiri yang kemudian jadi indukan. Bisa langsung tangkar menjadi G0. Itu membuat kami punya nilai plus, yakni bisa membuktikan bahwa betul ini lho produk kami, iklimnya cocok, medianya bisa dilihat, hasilnya bisa kita jual secara ekonomis agar semua petani bisa menikmati," jelas Faqih.
Dari rencana bisnis yang sudah dibuat, MWCNU Kejajar akhirnya menawarkan proyek pembibitan itu ke warga Nahdliyin di wilayahnya. Dari investasi yang dilakukan secara mandiri itu, berhasil terkumpul modal Rp600 juta. Perkara lahan, Ketua MWCNU Kejajar secara sukarela meminjamkan tanah seluas 5.000 m2 untuk digunakan sebagai lokasi usaha.
Kini, petani kentang yang dulunya mesti memesan bibit dari luar Dieng bisa memesan langsung ke NU Agrofarm. Harganya juga jauh lebih kompetitif. Petani yang mesti mengeluarkan ongkos Rp4.000 per bibit kentang G0, kini hanya perlu menyiapkan modal Rp2.500 per bibit.
"Sementara ini kami membuat dua varietas, Grand L dan MZ. Karena kecocokan tanah dan banyak petani yang menggunakan itu. Sudah banyak juga petani yang minta varietas Grand Holland, atau Grand lama, tapi sementara ini kami masih pakai planet itu," jelas Faqih.
Diiringi Doa Kiai
Keberhasilan NU Agrofarm itu akhirnya sampai ke telinga pengurus NU daerah lain. Berbondong-bondong, warga Nahdliyin dari berbagai daerah di Jawa Tengah akhirnya belajar ke Kejajar. Rais Syuriyah Pengurus Wilayah NU (PWNU) Jawa Tengah, Ubaidillah Shodaqoh juga menyempatkan untuk berkunjung ke NU Agrofarm itu.
Faqih menuturkan bahwa Kiai itu bahkan secara khusus mengucap doa agar usaha pembibitan warga tersebut bisa lancar dan diberkahi. "KH Ubaidillah juga memerintahkan langsung kepada Sekjennya supaya NU Agrofarm ini bisa ditiru oleh MWCNU yang lain khususnya di Jawa Tengah," tambahnya.
Ketua MWCNU Kejajar, Khudlaefah Madjin, mengungkapkan bahwa ke depannya NU Agrofarm tak cuma bergerak pada usaha pembibitan kentang. Diharapkan, usaha swadaya itu bisa terus mengembangkan sayapnya di sektor pertanian. "Mimpinya, ada sinergi antar lini usaha yang dimiliki MWCNU Kejajar. Jadi lembaga permodalannya jalan, ada pengembangan bibit, nanti kita buatkan marketing distribusinya, kita siapkan outlet sub produk pertanian dan pupuk. Terus kita lakukan pendampingan, kalau itu bisa terwujud ya jadi satu langkah yang luar biasa," jelasnya.
Khudlaefah mengakui, MWCNU Kejajar sebagai bagian dari organisasi keagamaan tidak punya kewajiban untuk mengurusi kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, dengan 14.000 Kepala Keluarga di Kecamatan Kejajar yang jadi anggota NU, tak bisa dipungkiri bahwa organisasi itu punya tanggung jawab moral yang lebih besar.
"Kita tidak bisa menunggu sentuhan pemerintah. Toh buktinya bisa kita lakukan sendiri. tapi ya harus punya banyak pengorbanan. Perlu semangat juang. Pemerintah memang mestinya hadir untuk memperkuat, tapi kalau kita sendiri ya hadir silakan, tidak hadir silakan. Kita urus sendiri saja," jelas Khudlaefah.
Jika ditelisik lebih lanjut, semangat tersebut sejatinya bisa dilacak dari hasil Muktamar Ke-34 NU yang digelar di Lampung pada Desember 2021 lalu. Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid yang dipercaya sebagai Ketua Komisi Rekomendasi Muktamar, mendorong pemerintah agar memberikan perhatian khusus pada sektor pertanian.
"Agar meningkatkan kesejahteraan, daya beli masyarakat, dan ketahanan pangan nasional. Harga pupuk perlu diregulasi serta mengoptimalkan fungsi pengawasan dengan pelibatan unsur masyarakat agar tidak merugikan petani," ucapnya saat membacakan rekomendasi tersebut.
Selain di Kabupaten Wonosobo, inisiatif warga Nahdliyin dalam menjalankan rekomendasi itu juga terlihat di daerah-daerah lainnya di Jawa Tengah. Misalnya gerakan pertanian padi organik yang dilakukan di Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, serta Kabupaten Kebumen.
Pada perkembangan lainnya, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga terus berupaya untuk meningkatkan kinerja usaha sektor pertanian. Salah satunya dengan menyusun Peraturan Daerah mengenai peningkatan dan pengembangan fasilitas pembenihan tanaman pangan hortikultura dan perkebunan. Selain meningkatkan kesejahteraan petani, kebijakan itu diharapkan bisa mendukung program ketahanan pangan daerah serta menjamin kualitas benih di Jawa Tengah.