Bisnis.com, SEMARANG - Kinerja ekspor-impor Jawa Tengah masih menunjukkan pelemahan. Pada Desember 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor nonmigas Jawa Tengah mengalami penurunan 2,77 persen dari November 2022.
Kondisi tersebut juga terlihat secara year-on-year. Pada ekspor sektor nonmigas, penurunan terjadi sebesar 18,67 persen (yoy). Nilai ekspor pada Desember 2022 berada di angka US$877,23 juta.
Melihat kondisi tersebut, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Tengah Muhammad Arif Sambodo optimistis pada kinerja manufaktur khususnya pada sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) sebagai produk unggulan Jawa Tengah.
"Dilihat dari kumulatifnya saja, masih baik lah untuk industri tekstil ekspor nonmigasnya. Kalau melihat turunnya, persentasenya tidak terlalu besar. Tidak terlalu menukik banget," ucapnya saat dihubungi Bisnis pada Kamis (2/2/2023).
Arif mengatakan, tren penurunan ekspor selama 2 bulan berturut-turut itu kemungkinan besar bakal berakhir pada awal 2023 ini. Pasalnya, dari informasi yang diterima Disperindag Provinsi Jawa Tengah, sejumlah perusahaan telah menerima pesanan ekspor untuk pengiriman di kuartal I/2023 ini.
"Kemarin [tahun lalu] belum ada, ini sudah mulai. Nampaknya inflasi di Amerika Serikat, [mengingat] kebanyakan [produk Jawa Tengah] larinya ke sana, ini sudah mulai menurun. Artinya daya beli masyarakat [AS] sudah mulai membaik," jelas Arif melalui sambungan telepon.
Baca Juga
Adapun, di pasar domestik, sinyal pemulihan kian terlihat. Hal itu disebabkan oleh periode hari raya Idulfitri yang semakin dekat.
"Insyaallah domestik potensinya masih cukup besar untuk produk tekstil kita," kata Arif.
Lebih lanjut, terkait isu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pelemahan permintaan produk TPT di beberapa daerah, Arif menyampaikan bahwa Jawa Tengah masih dalam kondisi yang lebih baik.
"Pengurangan jam kerja sampai saat ini belum. Kalau PHK ya ada, sifatnya situasional. Tapi tidak seperti di Jawa Barat dan Banten yang massal, [Jawa Tengah] belum seperti itu," ungkapnya.
Gelombang PHK yang terjadi itu, menurut Arif, justru membuka peluang investasi. Alasannya adalah Jawa Tengah masih cukup kompetitif di mata investor dalam dan luar negeri.
"Brebes itu alas kaki lari ke kita," tambahnya.
Untuk mendukung kinerja sektor TPT, Arif menyebut Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bakal terus menyerap produk-produk buatan lokal. Khususnya pada proses pengadaan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
"Kita sekarang pro pada produk lokal. Pada industri kecil dan menengah [IKM], usaha mikro, kecil, dan menengah [UMKM]. Itu agar industri di tingkat regional masih bergerak terus, sustain lah," pungkasnya.