Bisnis.com, SEMARANG - "Saya belum bisa melepaskan romantisme itu," kata Hani Santana, perupa asal Cilacap dalam jumpa pers yang digelar pada Jumat (17/3/2023) sore. Di hadapan para wartawan yang hadir, perempuan itu mengungkapkan awal dari kembang-kembang yang diabadikan dalam karyanya. Kembang memang menjadi subjek yang sudah digarapnya sejak pameran tunggal keduanya yang bertajuk Nyekar.
Mulanya, kembang-kembang itu menjadi metafor dari pengalamannya yang begitu personal. "Ketika bapak saya sakit, saya membuat karya bunga yang berarti saya sudah nyekar duluan," jelas Hani. Subjek itu membuka cakrawala kreativitas baru. Lebih daripada itu, Hani juga menemukan teknik lukis yang paling sesuai dengan visinya. Dua hal yang sedari awal terjun ke dunia seni rupa memang coba digali secara mandiri oleh perempuan itu.
Aneka kembang, bersama kedekatannya dengan si perupa, terus dieksplorasi. Namun demikian, sekilas, narasi karya yang dipamerkan tak jauh berbeda dengan seri pameran yang digelar Hani sebelumnya. Seperti pameran tunggal perdananya yang bertajuk Segara atau pameran tunggal ketiga bertajuk Sparks (Bunga Api). Semuanya bermain pada kedekatan. Bedanya, kalau pada pameran perdananya Hani masih mencari kedekatan dalam arti harfiah, lewat pengamatannya atas geliat kehidupan masyarakat di pesisir selatan Jawa. Kini Hani mulai berani untuk mengajak penikmat seni buat memasuki alam pikirannya yang jauh lebih dalam lagi.
Hani berterus terang dan mengaku masih ingin merawat romantismenya pada kembang yang dipilih sebagai subjek lukisan. Keputusannya itu bukan sebagai dalih mandeknya kreativitas perempuan itu. Justru, dengan merawat romantisme kembang-kembang itu, Hani sebagai perupa dapat mengeksplorasi imajinasi dan perasaannya pada subjek yang dipilih. "Rasa itu poin utama dalam seni rupa," tegasnya.
Dalam setahun ini, sudah dua kali karya-karya Hani dipamerkan di Kota Semarang. Sebelumnya, pada awal Februari, Hani sempat membawa sebagian karyanya dalam pameran lukisan yang digelar di Tan Artspace. Namun, pameran bertajuk Dealova itu adalah pameran keroyokan yang digelar Hani bersama dua orang perupa perempuan lain.
Kini, karya-karya Hani masuk ke Artotel Gajahmada Semarang. Hotel yang menjadi ruang alternatif bagi penikmat seni di Kota Lumpia itu memamerkan karya Hani selama dua bulan penuh dengan tajuk 'Nothing but Love', mulai 17 Maret - 17 Mei 2023. Ada 13 karya yang dipamerkan dalam pameran tunggal itu.
Cinta yang Menyegala
Tajuk Nothing but Love sendiri dipilih dengan alasan yang kuat. Hani melihat cinta yang menyegala dalam tiap aspek kehidupan. Tak melulu soal cinta yang dirasakannya ketika mendalami dan menemukan dimensi terdalam dirinya lewat seni rupa. Cinta itu juga diamatinya dalam tiap-tiap dimensi individu.
"Kita mengeluarkan apapun sebagai sebuah impian, kalau bukan karena cinta, saya tidak ada di sini. Semua itu adalah cinta, itu menurut saya," jelasnya.
Memang, Hani boleh dibilang jadi pemain baru dalam panggung seni rupa Tanah Air. Pameran tunggal pertamanya digelar empat tahun lalu. Museum Affandi menjadi saksi pembaptisan Hani sebagai seorang perupa. Nothing but Love sendiri menjadi pameran keempat sekaligus penanda dari empat tahun kiprah Hani dalam dunia seni rupa.
"Kegiatan pameran seni di Artspace ini merupakan salah satu usaha dan dukungan kami untuk dapat menjadi wadah bagi seniman-seniman lokal Indonesia. Pada kali ini, kami ingin menyuguhkan karya-karya dari Hani Santana kepada masyarakat Semarang," ucap Herwindo Aryo Kusumo, Hotel Manager Artotel Gajahmada Semarang. Aryo berterima kasih pada Hani atas kesediaan untuk memamerkan karya-karyanya itu. "Saya berharap dari pameran ini dapat memberikan inspirasi kepada para tamu yang berkunjung," tambahnya.
Sayangnya, pameran tunggal keempat itu tak banyak menyajikan karya-karya baru. Meskipun perlu diakui, ketiga belas karya yang dibawa Hani punya kesan yang kuat. Blooming Spirit misalnya, karya dengan media akrilik di atas kanvas berukuran 140x110 cm itu menunjukkan kedalaman eksperimen Hani pada subjek bunga.
'Blooming Spirit' karya Hani Santana. Akrilik di atas kanvas./Bisnis-Muhammad Faisal Nur Ikhsan.
Dengan gaya impresionis yang khas, 'Blooming Spirit' memikat mata dengan kuning dan merah yang tegas. Permainan tekstur begitu terlihat pada subjek kembang dan ranting ranting yang meliuk-liuk. 'Blooming Spirit' sendiri sejatinya adalah karya garapan tahun lalu. Lukisan itu pernah dibawa Hani dalam pameran yang digelar 20 perupa perempuan di kawasan Menteng, Jakarta, pada Mei 2022.
Gaya impresionis juga terlihat tegas pada karya Hani bertajuk 'Rose Under the Current', karya yang juga digarap pada tahun 2022. Sekali lagi, permainan tekstur dimainkan pada mawar-mawar yang dilukis Hani. Kembang merah itu bak beterbangan, atau tenggelam, dalam latar putih, hijau, dan biru.
Baca Juga
'Rose Under the Current' karya Hani Santana. Akrilik di atas kanvas./Bisnis-Muhammad Faisal Nur Ikhsan.
Latar belakang Hani yang lebih dulu terjun dalam dunia musik terlihat pada empat lukisan dengan nama seri 'Blooming Sunday'. Buat pecinta musik jaz, tentu seri itu bisa dengan mudah dikaitkan pada 'Gloomy Sunday', tembang yang populer dibawakan oleh Billie Holiday pada tahun 1940-an. Meskipun masih digarap pada tahun 2022, namun 'Blooming Sunday' terasa lebih matang. Kanvas berukuran 40x40 cm tak membatasi ruang ekspresi Hani.
Keempat lukisan dalam seri 'Blooming Sunday' itu seolah menjadi monumen dari empat tahun perjalanan Hani di panggung seni rupa. Monumen yang juga menegaskan posisinya sebagai perupa yang tidak boleh dianggap remeh. Selayaknya kembang-kembang yang bermekaran dalam lukisannya, sosok Hani Santana sebagai seorang perupa tentu masih punya daya kreatif yang layak untuk disimak. Setidaknya, dari pameran 'Nothing but Love', sudah cukup pantas rasanya bagi penikmat seni rupa Tanah Air buat menunggu karya-karya anyar Hani di pameran-pameran mendatang.
Empat seri lukisan bertajuk 'Blooming Sunday' yang dibawa Hani Santana dalam pameran 'Nothing but Love' di Artotel Gajahmada Semarang pada 17 Maret-17 Mei 2023./Bisnis-Muhammad Faisal Nur Ikhsan