Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jawa Tengah Alami Deflasi Kedua di Tahun 2024

Sebelumnya, deflasi secara bulanan sempat terjadi pada Januari 2024 dengan angka 0,08%. Pada Mei 2024, Jateng deflasi yang lebih dalam yaitu 0,22%.
Warung ritel tradisional./Kemenkop UKM
Warung ritel tradisional./Kemenkop UKM

Bisnis.com, SEMARANG - Indeks Harga Konsumen (IHK) di Jawa Tengah pada bulan Mei 2024 menunjukkan angka minus atau tengah mengalami deflasi.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah mencatat pada Mei 2024 deflasi secara month-to-month (mtm) berada di angka 0,22%. Deflasi tersebut telah kedua kalinya dialami Jawa Tengah sepanjang tahun ini. Sebelumnya, pada Januari 2024, IHK secara bulanan menunjukkan deflasi di angka 0,08%.

"Sementara sepanjang 2023 selalu terjadi inflasi," jelas Dadang Hardiwan, Kepala BPS Provinsi Jawa Tengah dalam konferensi pers yang digelar pada Senin (3/6/2024).

Dilihat dari kelompok pengeluarannya, deflasi di Jawa Tengah pada Mei 2024 disebabkan oleh turunnya harga kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,78%. Kelompok pengeluaran tersebut memberikan andil deflasi sebesar 0,22%.

"Untuk lima komoditas yang memberikan andil deflasi yaitu beras. ini cukup dalam, terjadi [deflasi] 0,13%, kemudian daging ayam ras, tomat, angkutan antar kota, dan cabai rawit," jelas Dadang.

Sementara itu, secara tahunan atau year-on-year (yoy), inflasi di Jawa Tengah berada di angka 2,66%. BPS mencatat, Kabupaten Rembang dan Wonosobo menjadi wilayah dengan inflasi (yoy) tertinggi dengan masing-masing 3,45% dan 3,01%.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, menyebut fenomena deflasi yang terjadi pada Mei 2024 merupakan bentuk dari upaya pengendalian inflasi yang telah dilakukan pemerintah daerah. Mulai tingkat provinsi, kabupaten, juga kota.

"Mungkin yang jadi perhatian kita ke depan ini, memang kalau kita lihat tadi deflasi paling banyak dari sisi pangan. Ini beberapa bulan ke depan sudah memasuki musim kemarau, sehingga perlu perhatian kita bersama bahwa produk pertanian kita bisa terjaga dengan baik," ucap Sumarno.

Lebih lanjut, Sumarno mengatakan Jawa Tengah berada dalam posisi yang dilematis. Pasalnya, sebagai daerah penghasil pangan, kenaikan harga pangan memberikan dampak positif bagi petani sebagai produsen. Namun demikian, ketika terjadi penurunan harga seperti saat ini, konsumen juga diuntungkan dan dapat meningkatkan daya belinya.

"Kondisi ini perlu kita jaga agar kondisinya stabil dalam range yang sudah kita tetapkan. Karena kalau dari sisi pengukuran, dalam target indikator makro, ini sudah memikirkan secara komprehensif dari angka-angka ini. Kalau meleset dari target indikator makro, dampaknya akan kemana-mana. Jadi pertumbuhan ekonomi akan turun," jelas Sumarno.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper