Bisnis.com, SEMARANG - Rantai pasok komoditas kakao ikut terguncang akibat lonjakan harga di tingkat global. Sayangnya, negara utama produsen kakao masih belum bisa memenuhi tingginya kebutuhan industri akan komoditas perkebunan itu. Hal yang sama juga terjadi di pasar domestik.
"Kalau biji kakao di Jawa Tengah itu termasuk minoritas. Produksinya itu sangat rendah, hanya di kisaran 2.000 ton biji kakao," kata Prof. Sri Mulato dari Coffee & Cocoa Training Center Kota Surakarta, Selasa (18/6/2024).
Sri menjelaskan bahwa meskipun belum banyak industri cokelat berkala besar di Jawa Tengah, namun industri kelas menengah serta Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) masih sangat membutuhkan pasokan biji kakao tersebut.
Lonjakan harga dan rendahnya pasokan tentunya bakal memengaruhi kapasitas produksi industri menengah dan UMKM tersebut. Kondisi tersebut sangat disayangkan Sri lantaran produk olahan cokelat tengah banyak diminati oleh konsumen dalam negeri. Di DI Yogyakarta misalnya, petani-petani kakao di wilayah Gunung Kidul dan Kulonprogo kerap kebanjiran permintaan biji kakao kering dari industri rumahan.
"Karena daerah wisata, industri rumahan untuk produk cokelat itu berjalan pesat di DI Yogyakarta. Kalau industri besarnya kan di Indonesia ini hanya ada 20 perusahaan. Sebagian di Sulawesi, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Mungkin efeknya [kenaikan harga kakao] akan lebih terasa di daerah sana," jelas Sri kepada Bisnis.
Berdasarkan catatan Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, produksi biji kakao kering pada 2023 berkisar di angka 1.543,03 ton. Pada tahun ini, produksi komoditas perkebunan itu diproyeksikan bakal menyusut tipis di angka 1.501,13 ton.
Baca Juga
Kabupaten Wonogiri, Batang, juga Kendal menjadi wilayah sentra produksi kakao di Jawa Tengah. Sri menyebut bahwa masih ada wilayah lain yang berpotensi untuk dilakukan ekstensifikasi produksi kakao di Jawa Tengah.
"Seperti misalnya di Purwokerto, terus Purbalingga, Kebumen. Itu sudah ada kakao tetapi masih kurang dirawat. Mereka [petani] baru sadar. Temanggung dan Magelang itu juga ada," jelas Sri.
Setidaknya, Sri menyebut ada beberapa strategi yang bisa dilakukan Jawa Tengah untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing komoditas kakao. Mulai rehabilitasi atau peremajaan tanaman, hingga ekstensifikasi lahan.
"Sekarang secara sporadis petani melakukan rehabilitasi tanamannya secara swadaya. Idealnya, itu dipasok lembaga yang berwenang," tambahnya.