Bisnis.com, SEMARANG - Pelemahan daya beli masyarakat sejak awal 2025 mulai berdampak nyata terhadap sektor properti residensial, khususnya perumahan komersial. Pelaku usaha menyebut sejumlah faktor utama seperti ketidakpastian ekonomi, maraknya pinjaman online, serta kehati-hatian konsumen dalam mengambil kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi tantangan tersendiri yang mesti dihadapi.
Fasindo Group, salah satu pengembang aktif di Kota Semarang, mencatat tekanan penjualan mulai terasa sejak kuartal I/2025. "Memang agak menurun, tidak terlalu parah, tapi jelas berbeda dibandingkan tahun lalu," kata Marketing Manager Fasindo Group, Agil Arie Setiawan pada Sabtu (14/6/2025).
Agil menyebut bahwa faktor ekonomi makro, ketidakpastian pendapatan, dan kehati-hatian konsumen dalam mengambil keputusan jangka panjang menjadi penyebab utama tren pelemahan tersebut. Meski demikian, Fasindo belum berencana menghentikan ekspansi proyek. Perusahaan justru menyesuaikan strategi dengan mengefisienkan promosi, memperkuat kolaborasi perbankan, dan menjaga daya saing harga.
Dalam kondisi tersebut, Fasindo memilih tetap fokus di kawasan Semarang dan sekitarnya tanpa ekspansi ke wilayah baru. Selain menjaga efisiensi operasional, pendekatan ini dinilai penting untuk mempertahankan basis konsumen yang sudah ada. “Kami tetap jualan, gimana caranya tetap jualan,” ujar Agil.
Fasindo Group sendiri tengah menawarkan proyek baru bertajuk Pandawa Estate di wilayah Mijen. Proyek itu menyasar pasar rumah tapak dengan harga mulai dari Rp670 jutaan. Tipe yang ditawarkan mencakup rumah satu dan dua kamar tidur, dengan skema pembayaran berbasis KPR dengan target konsumen keluarga muda dan pekerja kawasan industri yang mencari hunian utama.
Dengan total lahan sekitar 3 hektare dan target pembangunan 250 unit, proyek ini dijadwalkan rampung dalam waktu dua setengah tahun. Namun, penjualan akan disesuaikan dengan tren permintaan yang berkembang secara bertahap. Agil sendiri berharap momentum pemulihan ekonomi nasional dalam paruh kedua tahun ini akan turut mendorong peningkatan transaksi sektor properti.
"Saya harap ekonomi bisa segera stabil, bunga bank sih sekarang cukup baik. Mungkin ekonominya saja, supaya konsumen tidak ragu-ragu beli. Kalau sekarang mereka takut kedepannya ada perkembangan ekonomi [yang negatif]. Itu jadi faktor psikologis konsumen untuk tidak mengambil risiko jangka panjang," jelas Agil.
Sebelumnya, dampak pelemahan daya beli masyarakat pada penjualan hunian di Jawa Tengah juga telah dikonfirmasi oleh Eko Purwanto, Koordinator Forum Developer Jawa Tengah. Selain masalah daya beli, dampak negatif dari maraknya pinjaman online yang menjebak konsumen usia produktif dalam cicilan yang bermasalah juga menyisakan tantangan tersendiri. “Ini sangat mengganggu karena mereka tidak bisa mengambil rumah subsidi karena BI Checking-nya sudah ter-blacklist,” jelasnya dalam acara pembukaan Jateng Omah Expo 2025 pada Mei lalu.
Eko menambahkan bahwa momentum stimulus pemerintah seperti kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 0% sangat membantu mendorong penjualan rumah komersial. “PPN 0% ini menambah stimulus untuk penjualan rumah komersil, sehingga harga rumah bisa lebih terjangkau,” ujarnya.
Pengembang Perumahan Komersil di Jateng Putar Otak Hadapi Pelemahan Daya Beli
Pengembang perumahan komersil mengharapkan stabilitas ekonomi agar pembelian hunian dapat terus tumbuh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : M Faisal Nur Ikhsan
Editor : Edi Suwiknyo
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

1 jam yang lalu
BBRI, MDKA to Pay Trillions of Rupiah to Bondholders
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
Terpopuler
# Hot Topic
Rekomendasi Kami
Foto
