Bisnis.com, JOGJA—Pemerintah Daerah (Pemda) DIY menerima dana bagi hasil (DBH) cukai hasil tembakau (CHT) sebanyak Rp19,9 miliar.
Uang itu kemudian dibagikan ke masing-masing wilayah sesuai dengan yang tertera dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2017 tentang Pengelolaan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa.
Pada pasal 37 PMK No. 50/2017 disebutkan, Berdasarkan alokasi DBH CHT setiap provinsi, kemudian gubernur menetapkan pembagian DBH CHT dengan ketentuan sebagai berikut: 30% untuk provinsi yang bersangkutan, 40% untuk kabupaten dan kota penghasil dan 30% sisanya untuk kabupaten dan kota lainnya.
Berdasarkan data dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) DIY, uang senilai Rp19,9 miliar itu dipecah dan dibagi menjadi enam bagian.
Pemda DIY mendapatkan jatah paling banyak, yakni Rp5,9 miliar, lalu disusul Kabupaten Bantul sebanyak Rp4,1 miliar, kemudian Sleman dengan angka Rp4,05 miliar, Kulonprogo sejumlah Rp2,4 miliar, Gunungkidul Rp1,8 dan terakhir Kota Jogja mendapat bagian 1,5 miliar.
Alokasi DBH CHT untuk kabupaten dan kota penghasil dihitung berdasarkan variabel penerimaan cukai dan/atau produksi tembakau serta dapat mempertimbangakan presentase penyerapan DBH CHT tahun sebelumnya di setiap daerah kabupaten dan kota penghasil.
Kepala Seksi Perimbangan Keuangan DPPKA DIY, Novita Pravianti mengatakan, Bantul dan Sleman mendapatkan jatah yang cukup banyak karena di dua kabupaten tersebut banyak ada pabrik rokok penghasil cukai serta produsen tembakau yang mumpuni.
Sementara Kota Jogja mendapatkan bagian yang paling minor karena Kota Pelajar hanya menghasilkan cukai saja, tidak ada perkebunan tembakau disana. Sedangkan Gunungkidul menerima sedikit bagian karena statusnya hanya sebagai penghasil tembakau, tapi tidak mendapatkan bagian untuk penghasil cukai. Sebab disitu tidak ada pabrik rokok yang beroperasi.
Novita mengatakan, setiap daerah yang menerima DBH CHT tidak bisa menggunakan apa yang diterima senenak udelnya. Pasalnya, pemanfaatannya sudah diatur secara rigid oleh Pemerintah Pusat.
Memang dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2007 tentang Cukai Rokok, 50% DBH CHT untuk keperluan industri rokok. Lalu sisanya digunakan untuk prioritas daerah, salah satunya adalah kesehataan.
Ia merinci, tahun 2016, DBH CHT yang diterima Pemda DIY semuanya dialokasikan untuk kesehatan. Dalam hal ini Rumah Sakit Paru Respira. RSP Respira mendapatkan jatah sebanyak Rp6,4 miliar untuk menangani penyakit-penyakit karena rokok. Hal ini karena dana tahun sebelumnya masih sisa dan dengan demikian sisanya ditumpuk dengan uang tahun 2016.
Tak hanya Pemda DIY yang menggelontorkan semua DBH CHT untuk kesehatan, Kota Jogja dan Kulonprogo melakukan hal yang sama. Sementara Bantul mengganggarkan Rp3,2 miliar untuk kesehatan, sisanya untuk keperluan peningkatan kualitas tembakau dan industri rokok.
Sedangkan Gunungkidul menganggarkan Rp800 juta untuk kesehatan dan Rp60 juta untuk sosialiasi dampak rokok, sisanya tentu untuk keperluan peningkatan produksi tembakau. Sedangkan Sleman, katanya, paling banyak mengaanggarkan untuk peningkatan kualitas tembakau dan pembinaan tenaga terampil di industr rokok. Untuk kesehatan ia tak merinci berapa.
Novita juga mengatakan pihaknya sudah memiliki data untuk alokasi DBH CHT untuk tahun 2017, tapi angkanya tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Pada tahun itu DIY mendapatkan jatah DBH CHT sebanyak Rp19,7 miliar. Rinciannya juga tak jauh berbeda.