Bisnis.com, SOLO—Bank Indonesia (BI) Solo mencatat sudah menerima pengembalian uang sebesar Rp1,2 triliun setelah kembali beroperasi selama tiga hari pascalibur Lebaran tahun ini, pada Senin-Rabu (18-20/6). Sebelumnya, BI Solo menyiapkan Rp5,2 triliun untuk seluruh kebutuhan keuangan selama Lebaran ini.
Kepala Perwakilan BI Solo, Bandoe Widiarto, mengatakan selama Lebaran BI memang mesti menyiapkan kebutuhan keuangan perbankan. Menurutnya, gelontoran dana itu diperkirakan kembali ke BI selama 1,5 bulan setelah Lebaran.
“Tak dapat dimungkiri kebutuhan Lebaran membuat outflow tinggi. Nantinya setelah ini barulah inflow masuk sekitar Juni-Juli. Uang yang kembali ke kami sudah Rp1,2 triliun. Ini juga sebagai tanda perekonomian masyarakat Soloraya seperti apa,” ujarnya kepada JIBI, saat berkunjung ke Griya Solopos, Kamis (21/6/2018) sore.
Bandoe menambahkan uang yang digelontorkan BI pada Lebaran kali ini lebih banyak daripada tahun lalu. Jika pada 2017 pihaknya mengucurkan Rp4,6 triliun, tahun ini sebesar Rp5,2 triliun. Ini untuk mengaver penukaran uang di Soloraya yang dilayani sebanyak 111 titik, sementara pada 2017 lalu ada 84 titik layanan penukaran uang baru.
Di samping itu, penukaran uang baru ini tak hanya melalui bank umum, tetapi juga bank pekreditan rakyat (BPR) dan pegadaian. Begitu pula dengan layanan cash mobile dari 8 unit mobil (2017) menjadi 15 unit (2018).
Di sisi lain, pihaknya menduga masyarakat banyak menahan diri untuk konsumtif, tapi mereka kemudian mengeluarkan simpanan dana tersebut saat Lebaran.
BI Solo mencatat inflasi saat Ramadan tahun ini tinggi, yakni mencapai 0,04%. Pihaknya mengklaim biasanya angka inflasi ada pada 0,03%. Dalam tiga tahun terakhir inflasi ini disumbang oleh tarif angkutan udara dan daging ayam.
“Banyak maskapai yang membuka rute sehingga harga tiket tidak semahal tahun-tahun sebelumnya. Dua tahun terakhir inflasi setelah Lebaran adalah 0,8% dan 0,9%. Kini kami sedang menghitung inflasi Lebaran 2018 yang angkanya baru bisa didapat awal Juli nanti,” imbuhnya.
Di sisi lain, komoditas daging ayam masih menyumbang inflasi terbanyak. Menurutnya, ini lantaran tingginya harga pakan ayam. Di satu sisi, produksi pakan ayam ini dikuasai oleh perusahaan besar tertentu. Di sisi lain, bahan baku pakan ayam yang berasal dari jagung tergantung pada impor.