Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

TREN KOPI, Dulu Diburu Jenisnya Kini Pamor Mesin Jadi Pilihan

Minum kopi itu bikin nyaman. Kalau ngopi seperti ini bisa dapat teman baru.
Barista sedang meracik sajian kopi di Sekutu kopi Jl. Slamet Riyadi, Pasar pon, Solo, Selasa (17/7)./JIBI-Sunaryo Haryo Bayu
Barista sedang meracik sajian kopi di Sekutu kopi Jl. Slamet Riyadi, Pasar pon, Solo, Selasa (17/7)./JIBI-Sunaryo Haryo Bayu

Bisnis.com, SOLO – Habib Rizki dengan cekatan membuat secangkir latte panas atau hot latte dalam hitungan menit setelah lebih dulu membikin espresso. Takarannya espresso kali ini 27 gram bubuk kopi house blend hasil racikan Sekutu Kopi.

Rampung dengan espresso yang dibikin menggunakan coffee maker keluaran Italia, barista coffee shop yang terletak di Jalan Brigjend Slamet Riyadi, Solo ini kemudian menyiapkan susu putih untuk campurannya.

Susunya pun mesti di-steam (dipanaskan) terlebih dulu dengan alat berbentuk tongkat yang satu set dengan mesin pembuat kopinya. Pada tahap ini frothing steam susu untuk membuat foam atau busa. Tahap terakhir ia lalu menuangkan susu ke atas espresso diperindah dengan sentuhan seni (latte art).

“Kalau membikin espresso blend itu bisa pakai mesin atau manual. Bahan utamanya espresso dulu, kalau latte itu dicampur susu, kalau Americano dicampur air,” tuturnya kepada JIBI saat mendatangi Sekutu Kopi, Selasa (17/7/2018).

Habib adalah salah satu barista yang bekerja di Sekutu Kopi milik pasangan barista, Ricky Vernandes dan Carissa Odillia. Meski baru buka pada April 2018 lalu, coffee shop ini boleh dibilang tak pernah sepi pengunjung. Saat itu sebelum jam makan siang, kafe kopi yang terletak bersebelahan dengan restoran cepat saji McDonald ini sudah didatangi sejumlah pelanggan.

Pengunjung yang datang notabene pekerja kantoran. Ini tampak dari baju yang mereka kenakan, yakni setelah celana kain dan kemeja slim fit. Meskipun begitu, ada pula ibu-ibu berhijab yang membawa serta anak mereka yang masih berseragam sekolah usia taman kanak-kanak.

Creative Director Sekutu Kopi yang akrab disapa Gege mengaku tak menyangka respons yang didapat dari masyarakat Solo akan keberadaan coffee shop ini bagus meski terbilang kafe baru. Kini kafe kopi yang punya konsep skandinavia modern ini terus didatangi pengunjung tak hanya ketika malam hari, tetapi sejak pintu dibuka pada pukul 10.00 WIB.

Menurut lelaki yang berstatus sebagai mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) ini cita rasa kopi, fasilitas kafe, dan nuansa keakraban inilah yang membuat Sekutu Kopi menjadi salah satu pilihan bagi penikmat kopi di Solo. Tak hanya mengandalkan rasa kopi yang khas, kafe kopi tiga lantai ini menawarkan tempat yang nyaman plus Instagramable kekinian dengan desain interior perpaduan warna biru dan cokelat.

Di tengah kian menjamurnya kedai kopi di Kota Bengawan ini, Sekutu Kopi ini terbilang komplet. Mulai dari kelengkapan alat pembuat kopi, seperti coffee maker merek Faema E61 Legend limited edition seharga ratusan juta rupiah, grinder, penyajian dengan gelas keramik, meja bar kopi, tempat duduk, hingga interior ruangan.

“Kenapa pilih kopi, tentunya ini tak terlepas dari pemilik Sekutu Kopi yang notabene barista. Kenapa namanya Sekutu adalah kami berharap mereka yang datang ke sini kemudian bersekutu atau bisa menjadi teman, rekan, karena jadi saling kenal satu sama lain,” ujarnya.

Ia berharap hadirnya Sekutu Kopi semakin menambah referensi tempat ngopi di Kota Bengawan. Di samping itu, lewat coffee shop ini setidaknya bisa terus mengenalkan kopi kepada masyarakat, bukan hanya pecinta kopi melainkan menyasar semua kalangan.

Menurutnya, mereka yang datang ke Sekutu Kopi bisa berinteraksi langsung dengan para barista. Total ada tujuh barista yang menggawangi coffee shop ini. Mereka tak akan segan-segan diajak diskusi soal kopi hingga berbagi ilmu bagaimana meracik kopi. Maka tak heran bila pengunjung yang sudah ke sana lebih dari dua kali cukup akrab dengan para barista.

Salah satunya adalah Kosa, pelajar kelas XII SMA St Yosef Solo. Remaja kelahiran Jakarta ini mengaku sudah berulangkali nongkrong di coffee shop ini hingga kenal semua staf. Begitu masuk cafe, ia langsung menyapa dua barista yang sedang membuat kopi di balik meja bar kopi.

“Minum kopi itu bikin nyaman. Kalau ngopi seperti ini bisa dapat teman baru,” tutur remaja yang mengaku suka kopi hitam ini.

Dilihat dari segi harga, kopi di Sekutu Kopi terbilang mahal untuk Soloraya. Akan tetapi, ini sebanding dengan letak lokasi yang strategis di ruas jalan utama Kota Solo, tempat yang nyaman nan kekinian, skill barista yang mumpuni, dan yang paling penting adalah cita rasa kopi yang dibuat.

Ada tiga jenis minuman dengan beragam varian yang dijual Sekutu Kopi, yakni manual brew, espresso base, dan noncoffee. Espresso base seperti cappuccino, latte, flat white hingga Americano dijual mulai Rp22.000 per cup. Sementara espresso atau pun macchiato dijual Rp28.000. Sedangkan manual brew harganya menyesuaikan jenis beans. Ini pun kerap diganti agar pelanggan tak bosan. Bulan ini Sekutu Kopi menjual ethiopia duromina (Rp35.000), bali arca ulian, sunda gulali, mutu batak (Rp29.000), bali karang madu (Rp35.000), dan argopuro (Rp29.000).

Sedangkan proses roasting beans dilakukan di Bali dan Jakarta. Sementara untuk jenis kopi impor didatangkan dari pihak ketiga. Antara lain, jenis Ethiopian dan Panama.

Dalam sepekan untuk produksi manual brew setidaknya sedia 7 – 8 jenis beans. Masing-masing jenis beans yang dihabiskan sebanyak 250 gram. Untuk membuat satu cup kopi ini membutuhkan kira-kira 15 gram bubuk kopi. Sementara dalam sehari untuk pembuatan espresso base bisa habis hingga 2 kg kopi. Sedangkan untuk house blend menghabiskan 40 kg beans selama sebulan.

Naik Pamor

Gege menilai maraknya warung, kedai, atau pun cafe kopi kian menaikkan pamor kopi Indonesia. Menurutnya ada pergerseran yang signifikan soal budaya ngopi khususnya di Solo. Kini hampir semua kalangan ngopi, baik itu usia muda, remaja, dewasa, dan orang tua. Di sisi lain, kopi juga membawa prestige tersendiri seiring dengan kian canggih dan lengkapnya peralatan membuat kopi.

“Jika dulu orang mau minum kopi, yang dilihat jenis kopi yang dijual apa. Kalau sekarang mau ngopi yang ditanyakan coffee makernya apa dulu,” katanya.

Lain kedai kopi lain pula ceritanya. Adalah Wisnu Aji Kurniawan pemilik Koeslans Coffee and Mates yang terletak di Jalan Mojo, Karangasem, Laweyan. Lelaki berusia 23 tahun ini memulai bisnis warung kopinya dari nol. Alih-alih berlatar barista, lelaki yang lebih akrab disapa Wisnu ini bahkan tak suka dengan kopi pada awalnya.

Lelaki asal Purwodadi ini semula bekerja di Astra mobil Jakarta. Kepentingan bertemu dengan banyak klien di sebuah coffee shop membuatnya mengenal kopi pada 2014 lalu. Seperti pemula pada umumnya, Wisnu lebih suka meminum varian espresso base seperti cappuccino, latte, dan moccachino.

Barista cafe kopi di sana mulai menawarkan kopi single origin manual brew. Tak hanya menilai kopi hitam ini sebagai kopi yang aneh lantaran rasanya, ia juga menganggap membuat kopi itu ribet. Persepsi ini diperkuat setelah ia melihat langsung barista membikin kopi yang terkesan ribet karena mesti mengukur berat bubuk kopi, suhu air, rasio, hingga ketepatan waktunya.

“Saya kali pertama diberi kopi aceh gayo. Begitu saya cicipi, saya langsung nyeletuk, mas kopinya basi ya karena rasanya asem. Saya kemudian menambahkan gula ke dalamnya, ternyata rasanya kian enggak karuan,” ceritanya saat JIBI menyambangi kedai kopinya yang tak jauh dari kompleks kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).

Barista coffee shop kembali menyodorinya kopi hitam pada kunjungan berikutnya. Saat itu ia diberi kopi toraja. Kali ini ia mencoba menambahkan susu yang setelah dicicipi rasanya makin tak jelas. Di pikirannya dulu, kopi itu manis dan kental. Sembari terus dicekoi kopi, ia juga pelan-pelan diberitahu apa itu kopi, rasa, varian atau pun jenis hingga teknik membuat kopi.

“Kalau tidak salah saat kopi ketujuh yang saya coba waktu itu kopi dari Ciwedey, Jawa Barat. Saya minum pelan-pelan setelah itu baru dapat feel, ini lho kopi,” tuturnya.

Pada 2016 ia keluar dari pekerjaannya di Jakarta dan pulang kampung demi orang tua. Singkat cerita ia memberanikan diri membuka usaha kedai kopi setelah berjumpa dengan sepupunya, Aldi. Sebelumnya, ia pun belajar soal kopi. Mulai dari membaca, sharing pengalaman hingga ikut kelas pelatihan kopi. Nama Koeslans yang diambil dari nama sang kakek pun jadi branding mereka.

Pada September 2016, Koeslans Coffee and Mates resmi dibuka. Kali pertama ia membeli beans hasil roasting lokal. Baru kemudian pada Desember 2017 Koeslan ia pegang sendiri karena sang sepupu memilih membuka kedai baru. Selain itu, ia berani roasting sendiri setelah nekat membeli mesin roasting seharga Rp18,5 juta.

Seiring berjalannya waktu nama Koeslan mulai dikenal terutama di kalangan anak muda seperti mahasiswa. Tak sekadar menjual kopi, Wisnu juga mempersilakan orang untuk datang dan sharing pengetahuan soal kopi. Mereka yang datang ke Koeslans tak hanya membeli kopi, tetapi juga bisa belajar bagaimana membuat kopi. Hal inilah yang membuat suasana di Koeslans hidup karena satu sama lain jadi saling kenal dan terjalin pertemanan.

“Di tahun ketiga kami mau renovasi biar pelanggan makin nyaman. Saya komitmen untuk tidak pasang internet [wifi] agar mereka yang datang ke sini bisa saling bertegur sapa. Nantinya mereka bisa membawa pulang sesuatu dari sini. Entah itu cerita, teman, atau pengalaman,” ujar lelaki berusia 23 tahun ini.

Salah satunya adalah Prima. Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) ini mengaku baru tiga bulan belajar tentang kopi di Koeslans. Sebelumya, ia memang sengaja mencari tempat untuk belajar membuat kopi.

“Saya coba ke warkop maupun kedai kopi di sejumlah tempat. Dari teman saya yang ngenalkan Koeslan, lalu ketemu Mas Wisnu. Saya langsung cocok,” ujarnya yang turut membantu Wisnu meracik kopi untuk pelanggannya.

Andalan Koeslans adalah kopi dari Jawa. Setelah punya mesin roasting sendiri, Wisnu memilih membeli biji kopi langsung dari petaninya. Di Jawa Barat ia biasa ambil di Pengalengan, sementara Jawa Tengah di daerah Sindoro (Temanggung), Klaten, lereng Lawu, dan Wonosobo.

Dalam sebulan, ia bisa menjual 141 pack atau sekitar 40 kg. Kopi dengan segala teknik brewing paling laku dijual. Bekal Wisnu untuk menyuguhkan kopinya adalah mesin roasting, dua grinder, dan sebuah mesin espresso kecil.

Koeslans menjual dua jenis minuman, yakni kopi dan non kopi. Untuk manual brew pour over kedai ini menjual kopi dengan metode seduh V60 dan kalita. Ada pula aeropress dan vietnam drip. Produk kopi ini dibanderol dengan harga Rp15.000/cup. Sedangkan untuk coffee base ada cappuccino (Rp17.000), cafe latte (Rp17.000), milk coffee (Rp20.000), vanillapuccino (Rp17.000), moccachino (Rp18.000), green presso (Rp22.000), dan americano (Rp15.000).

“Banyaknya warkop malah saya bersyukur. Ini justru jadi gerakan bagus untuk kian mengenalkan kopi. Pada dasarnya kedai kopi punya segmen sendiri. Bagi saya yang penting jaga kualitas, andalkan hospitality dan suasana kedai,” ungkapnya.

Potensi Besar

Konsultan Coffee Shop, Jeffry Aditia, menilai kopi Indonesia punya potensi sangat besar. Apalagi Indonesia menjadi produsen kopi paling banyak di dunia setelah Kolombia dan Brasil.

Total sudah ada tujuh 7 coffee shop di Soloraya yang digarapnya. Antara lain, Cold n Brew Solo, Liberica Coffee, Jolly Coffee Shop, Kedai Kopi, dan Platino Cafe and Resto.

“Kopi itu dulu kebutuhan sekarang jadi gaya hidup. Inovasinya banyak. Tujuannya kopi bisa dinikmati segala usia, beri edukasi ke masyarakat bagaimana minum kopi yang baik,” ujarnya.

Menurutnya, orang Soloraya itu suka kopi yang soft atau ringan dengan rasa asem fruity. Sebelum 2013 orang tahu kopi itu adalah kopi susu, dan espresso base seperti cappuccino, cafe latte dan sebagainya. Setelah tahun itu orang mulai mengenal manual brew single origin.

Jeffry menilai manual brew makin digemari karena harga mesin espresso terbilang mahal. Selain itu, teknik manual ini rasanya bisa didesain sesuai selera serta harganya terjangkau.

Ia pun bercerita mereka yang mau buka coffee shop hal yang dipertanyakan lebih dulu adalah soal jenis coffee maker. Di pasaran Solo mesin kopi yang banyak dipakai adalah merek La Marzocco (Italia).

“Persaingan harga cukup tinggi, terlebih untuk kelas menengah ke atas. Terlepas dari mesin kopinya, nilai dulu skill baristanya. Kopi ini enggak ada matinya. Saya optimistis kopi Indonesia bisa menggeser kopi-kopi impor,” jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler