Bisnis.com, SLEMAN – Hiu paus yang terdampar dan mati di Pantai Parangkusumo, Bantul, didiagnosa sakit hemoragi atau pendarahan usus.
Diagnosa sementara tersebut merupakan hasil nekropsi atau autopsi yang dilakukan dokter Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY bersama tenaga medis dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Kepala Sub Bagian Tata Usaha (Kasubag TU) BKSDA DIY, Thomas Suryoutomo menjelaskan berdasarkan hasil nekropsi diperoleh hasil bahwa saluran pernafasan pada insang mengalami pendarahan. Hal ini dikarenakan saat terdampar hiu paus atau hiu totol tersebut masih dalam keadaan hidup.
Hiu bernafas di air dengan insang tetapi karena terdampar sampai ke darat, ikan besar seberat 1 ton tersebut mengalami kegagalan pernafasan.
Berdasarkan pemeriksaan fisik atau makroskopik, diperoleh hasil bahwa hiu paus masih anakan. "Kalau usianya belum dapat dipastikan tetapi kalau sebulan ya lebih," kata Thomas pada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia di kantornya di Sleman, Selasa (28/8/2018).
Selain itu dari luka lebam pada bagian perut dimungkinkan karena hiu paus terseret dan terombang-ambing cukup lama. "Terdapat luka pada beberapa bagian tubuh kemungkinan terkena karang," jelasnya.
Temuan lain juga menyebutkan bahwa pada saluran pencernaan mengalami pendarahan dari bagian tengah usus sampai belakang. Usus mengalami pendarahan sampai bagian dalam yang mana diduga karena bakteri. Bahkan ditemukan lubang yang menganga pada alat pencernaan hiu paus tersebut.
Namun saat ini sampel masih dalam analisa tim Fakuktas Kedokteran Hewan UGM.
Sementara itu, kondisi hepar atau hati dalam keadaan baik. "Jadi dari diagnosa sementara dari pemeriksaan makroskopis karena hemoragi [pendarahan] usus," tegas Thomas.
Thomas mengatakan dengan adanya diagnosa sementara tersebut, sudah bisa dipastikan bahwa hiu paus mati karena faktor kesehatan dan bukan karena ulah manusia.
Setelah dilakukan nekropsi, bangkai paus hiu kemudian dikubur di dekat lokasi penemuan. Proses penguburan dilakukan dengan alat berat hasil koordinasi Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi bekerja sama dengan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Bantul.
Thomas menyebutkan kejadian ikan besar terdampar di daratan DIY terbilang jarang. Kejadian terakhir pada 15 Desember 2017. Saat itu lumba-lumba ditemukan mati di Pantai Garongan Kulonprogo.
"Dari kasus yang pernah terjadi di DIY, biasanya ikan terdampar mati. Lain saat saya masih tugas di Probolinggo, ikan masih hidup dan bisa dikembalikan ke perairan lagi," tuturnya.