Bisnis.com, SOLO — Pemerintah Kota Solo menilai perhitungan kenaikan upah minimum kota/kabupaten (UMK) 2019 yang diperkirakan naik 8,03% sudah sesuai dengan kebutuhan hidup layak (KHL) Solo. Menurutnya, persentase kenaikan UMK tersebut dianggap layak.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Kota Solo, Agus Sutrisno, mengatakan saat ini UMK Kota Solo 2018 sebesar Rp1.668.700. Nominal ini dinilai layak dan lebih dari KHL. Namun demikian, kenaikan besaran UMK ini masih belum ditetapkan.
“UMK Solo saat ini jika dinaikkan, nominalnya masih sesuai dengan KHL. Misalnya, biaya hidup untuk perseorangan sebesar itu bisa untuk makan satu bulan, bayar kos, transportasi, dan beberapa kebutuhan pokok lain," katanya Rabu (17/10/2018), seperti dilansir Solops.com.
Lebih lanjut Agus meminta semua pihak untuk tidak membandingkan besaran UMK dengan kota besar lain. Sebagai contoh, Solo tak bisa dibandingkan dengan Semarang yang jelas memiliki biaya hidup jauh lebih tinggi.
Di sisi lain, pihaknya menerima masukan dari sejumlah pihak untuk penetapan besaran UMK tahun depan. Namun demikian, aturannya merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Menurutnya, perhitungannya adalah UMK tahun berjalan dikalikan angka pertumbuhan ekonomi ditambah angka inflasi.
“Namun begitu, kami belum bisa memastikan berapa besaran kenaikan UMK untuk 2019. Kami menunggu data resmi dari Kementerian Tenaga Kerja. Nanti tepatnya 1 November baru ditetapkan," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Solo, Hudi Wasisto, berharap aturan perhitungan UMK yang hanya berdasar inflasi dan pertumbuhan ekonomi dapat ditinjau kembali. Sebenarnya pihaknya menolak perhitungan yang merujuk pad PP no 78 tahun 2015 tersebut. Akan tetapi, ini cukup sulit mengingat regulasi ini masih berlaku.
“Kami melakukan perhitungan, semestinya kenaikan itu minimal 8,5% bukan hanya 8,03%. Padahal seharusnya naiknya lebih dari 10% baru sesuai dengan KHL," paparnya.
Menurutnya, angka kenaikan ini sejalan dengan lonjakan harga sejumlah komoditas pokok dan penyesuaian tarif beberapa sektor, seperti bahan bakar minyak (BBM), air minum, hingga tarif dasar listrik.
Namun demikian, pihaknya menggarisbawahi struktur upah sebenarnya tak sekadar UMK. Akan tetapi, aturan ini belum banyak pihak yang bisa menerapkan. Misalnya, jika pekerja memiliki masa kerja maupun keahlian tertentu. Menurutnya, banyak perusahaan yang belum bisa mengaver hal-hal ini. Pihaknya menambahkan perusahaan di Solo yang sudah membayar pekerja sesuai UMK sekitar 70%-80%. Akan tetapi, perusahaan yang menetapkan struktur upah baru 20%.
“Maka dari itu, Apindo [Asosiasi Pengusaha Indonesia] seharusnya ada kerja sama dengan SPN soal pengupahan yang layak,” jelasnya.