Bisnis.com, SRAGEN—Sebanyak 18 kepala keluarga (KK) dari 21 KK penghuni dan pemilik kios di sepanjang bantaran rel kereta api (KA) di wilayah Teguhan, Kelurahan Sragen Wetan, Sragen Kota, Sragen, mendapat ganti rugi dari PT Kereta Api Indonesia (KAI). Ganti rugi untuk tiga KK lainnya masih dalam proses.
Penjelasan itu disampaikan Kepala Kelurahan Sragen Wetan, Agus Cahyono, saat ditemui Espos di ruang kerjanya, Kamis (8/11/2018). Bangunan kios yang digunakan untuk industri tahu, warung, dan toko elektronik itu mulai diratakan tanah dengan alat berat sejak Rabu (7/11).
Lokasi tersebut sengaja dibebaskan dari hunian karena untuk kepentingan jalur ganda atau double track KA Stasiun Balapan-Stasiun Kedungbanteng, Gondang, Sragen.
“Penyerahan ganti rugi kepada 18 KK dilakukan pada Senin (29/10) lalu di Aula Kelurahan Sragen Wetan. Nilainya saya tidak tahu karena langsung ditransfer ke rekening atas nama KK masing-masing. Mereka yang sudah mendapat ganti rugi langsung mencari rumah di sekitar Teguhan atau Teguhjajar Kelurahan Plumbungan. Ada yang melanjutkan usaha pabrik tahu ada yang tidak,” ujar Agus.
Dia menerangkan tiga KK yang masih proses untuk pencairan ganti rugi itu terdiri atas Agung elektronik yang sempat menggugat ke pengadilan tetapi kalah. Dia mengatakan kemudian Suparno yang terjadi kesalahan dalam penyembutan namanya.
“Kalau di surat hak guna bangunan itu tertulis Suparmo tetapi dalam kartu identitasnya Suparno. Hal itu tidak dikomunikasikan dengan kelurahan sehingga untuk pembayarannya menjadi molor. Kemudian masih ada satu KK lagi yang namanya juga Suparno yang terkendala kepemilikan sertifikat hak milik ganda,” ujarnya.
Sekretaris Kelurahan Sragen Wetan, Marno, menambahkan areal yang dibebaskan itu akan digunakan untuk pagar yang diluruskan dengan pagar dari barat. Dengan pemagaran areal rel KA, kata dia, untuk mengantisipasi adanya aktivitas warga di sekitar rel KA.
“Kalau double track dioperasionalkan maka intensitas KA semakin tinggi sehingga berbahaya kalau tidak dipagar,” ujarnya.
Marno menjelaskan dari 21 pemilik kios itu hanya delapan orang yang tidak memiliki sertifikat hak milik tetapi hanya memiliki hak guna bangunan. Mereka yang tidak punya sertifikat hak milik, kata dia, tetap diberi ganti rugi tetapi hanya ganti rugi bangunan.
“Ada yang untung memang, seperti tukang pijet itu, uang ganti ruginya sampai ratusan juta rupiah dan bisa beli rumah yang lebih layak daripada sebelumnya,” tuturnya