Bisnis.com, SEMARANG—Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia Jawa Tengah meminta pemerintah menyeragamkan besaran jumlah berat yang diizinkan (JBI) di seluruh Indonesia, sesuai dengan jenis truknya.
Wakil Ketua DPD Aptrindo Jateng Bambang Widjanarko mengungkapkan, ketidakseragaman besaran aturan terkait dengan besaran JBI yang ada di seluruh Indonesia untuk kendaraan truk kerap menjadi masalah di jalan.
“Semua kota/kabupaten atau provinsi memberikan JBI atau JBB yang sama terhadap jenis truk yang sama,” kata Bambang kepada Bisnis, Selasa (12/2/2019).
Saat ini, dia menjelaskan, penentuan besaran JBI terhadap truk tergantung pada domisili perusahaan truk tersebut berada. Oleh karena itu, truk dengan jenis dan ukuran yang sama bisa mengalami perlakuan berbeda ketika berada di jalan karena domisili truk yang berbeda.
Besaran JBI yang berbeda-beda di setiap daerah, lanjutnya dapat terjadi lantaran muatan sumbu terberat (MST) yang berlaku juga berbeda di setiap daerah.
Selain menyeragamkan besaran JBI di seluruh Indonesia sesuai dengan jenis dan ukuran truk, lanjutnya, pihaknya juga menginginkan pemerintah menaikkan besaran muatan sumbu terberat yang berlaku dan kelas jalan.
Baca Juga
Saat ini, dia menuturkan, para agen pemegang merek (APM) kendaraan niaga truk memberikan penawaran kendaraan yang selalu lebih kuat dan panjang. Tidak hanya itu, kondisi jalanan saat ini juga sudah lebih baik dibandingkan dengan dulu.
“Sekarang sudah [serba] beton, kenapa enggak bisa [dinaikkan],” katanya.
Dia menambahkan, pemerintah bisa memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada truk yang melakukan pelanggaran jika JBI yang diperbolehkan sudah mengikuti kondisi kendaraan niaga truk yang ada saat ini.
Selain JBI, lanjutnya, pihaknya juga menginginkan adanya keseragaman aturan seperti izin bongkar dan muat, surat izin perusahaan angkutan umum, dan sebagainya di seluruh daerah di Indonesia.
Dia menuturkan, undang-undang 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah sesuai dan sempurna. Akan tetapi, banyak daerah yang membuat aturan lain dan bertentangan degan beleid tersebut sehingga membingungkan.
Saat ini, menurutnya, angkutan barang truk yang memiliki muatan dan dimensi berlebih sudah tidak ada lagi sejak disosialisasikannya penindakan terhadap truk muatan dan dimensi berlebih oleh direktur jenderal perhubungan darat pada Agustus 2018.
“Namun kan masih lebih banyak jumlah perusahaan truk yang belum masuk ke asosiasi manapun daripada yang sudah masuk, yang di luar asosiasi mana pun ini lah yang lebih sulit dikontrol dan diseragamkan,” katanya.