Bisnis.com, SOLO – Seekor gajah koleksi Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ), Jati, 55, mati dua pekan lalu. Jati mati karena usianya sudah tua.
Direktur Utama Perumda TSTJ, Bimo Wahyu Widodo Dasir Santoso, menjelaskan, Jati diketemukan mati pada Selasa, (5/2). Jati mati karena usianya sudah tua. Kini koleksi Gajah di Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) bersisa dua ekor, usai satu Gajah ditemukan mati.
"Saat ini koleksi gajah kami tinggal dua ekor, yakni bernama Dian dengan umur 50 tahun, satu lagi namanya Manohara anak Dian dan Jati yang berumur 10 tahun," katanya kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia, Sabtu (16/2/2019).
Sebelumnya, Jati didatangkan ke TSTJ dari Way Kambas Lampung pada bulan Juni 1984 di usia 20 tahun. Jati sendiri merupakan hasil tangkapan dari alam liar. Kemudian Jati dijodohkan dengan gajah betina bernama Wulan. "Gajah Wulan berhasil dibuahi, namun sayang meninggal di tahun 2004 karena hamil sungsang," jelas Bimo.
Kemudian Jati dijodohkan dengan Dian. Jati dan Dian memiliki anak bernama Anggoro. Akan tetapi, Anggoro meninggal di usia 7 bulan karena lahir premature dan induknya tak mau menyusui.
"Dian kemudian melahirkan gajah betina yang diberi nama Manohara pada 7 Juni 2009. Manohara kini masih hidup dengan normal dan tengah dalam program mencari jodoh atau pasangan," ujar Bimo.
Koleksi gajah di TSTJ sekarang tinggal 2 ekor, Dian, 50, dan Manohara, 10. Karena bersisa dua gajah berjenis kelamin perempuan, maka diperlukan gajah jantan. Untuk mendatangkan gajah yang baru akan menggunakan prosedur pertukaran satwa dengan tetap melalui izin dari BKSDA.
"Kami sudah menghubungi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan beberapa lembaga konservasi lain untuk upaya ini," ujar Bimo.
Masing-masing BKSDA akan mengirimkan surat ke Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Apabila kementerian menyetujui maka pertukaran baru dapat dilakukan.
"Sehingga nantinya apabila dapat gajah jantan lagi, kami bisa memasangkan dengan Dian maupun Monahara," tutur Bimo.