Bisnis.com, SEMARANG — Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (2015-2018) Nicky Hogan mengungkapkan resep sukses dalam berinvestasi saham, yakni memulai berinvestasi.
Penulis buku Simple Stories for Simple Investor ini mengambil contoh tiga investor kakap, yang menjadi triliuner dengan pengelolaan portofolionya sejak dini. Ketiga investor itu ialah Warren Buffet, Chris Gardner, dan investor asal Indonesia, Lo Kheng Hong.
Ketiganya diperkirakan memiliki aset saham masing-masing senilai US$84 miliar, US$165, dan Rp2,5 triliun lebih. Secara usia mereka juga cukup senior, Buffet berumur 88 tahun, Garder 65 tahun, dan LKH 58 tahun.
“Namun, ada kesamaan dari ketiganya. Mereka memulai investasi sejak muda. Makanya kalau masuk sukses jadi investor, harus mulai,” tuturnya di Universitas Negeri Semarang (Unnes) baru-baru ini.
Buffet mulai berinvestasi sejak usia 11 tahun, sedangkan Garder mulai pada umur 28 tahun. Adpaun, LKH mulai membeli saham sejak usia 30 tahun.
Selain memulai berinvestasi, kunci sukses mengelola portofolio ialah waktu. Menurut Nikcy, waktu adalah sahabat terbaik investor, terutama yang berorientasi jangka panjang.
Saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar 5 persen, jauh di atas Jepang yang di bawah 1 persen, atau Jerman yang berkisar 1 persen. Bila kondisi ini berlanjut, ada peluang Indonesia menyalip laju ekonomi sejumlah negara hebat tersebut.
Pertumbuhan ekonomi juga tentunya dikontribusikan oleh kinerja-kinerja perusahaan di dalam negeri, seperti emiten. Artinya, kinerja emiten pun cenderung bertumbuh dalam jangka panjang.
“Ketika ada estimasi kinerja naik, tentunya sahamnya juga akan naik,” imbuhnya.
Oleh karena itu, dia merekomendasikan calon investor untuk masuk ke saham-saham LQ45, dengan kinerja laba yang cenderung bertumbuh.
“BBCA, BBRI, TLKM, itu perusahaan-perusahaan yang gak akan bangkrut, kinerjanya oke bertumbuh,” ujarnya.
Namun demikian, Nicky mengakui terkadang ada investor yang berorietntasi jangka panjang, tiba-tiba gatal ingin menjadi trader ketika sahamnya turun. Hal ini juga dialaminya ketika saham pegangannya turun sekitar 25 persen sepanjang tahun berjalan.
Menurutnya, ketika berorientasi jangka panjang, investor jangan tiba-tiba berubah menjadi trader. Sejak awal nasabah sudah harus menentukan strategi investasinya seperti apa, dan untuk waktu berapa lama.
“Biasanya yang di tengah-tengah, yang abu-abu antara investor atau trader ini yang berpeluang berantakan portofolionya. Jadi sebaiknya sejak awal sudah menetukan strategi investasinya seperti apa. Dapat konsultasi dengan sekuritas terkait,” katanya.