Bisni.com, SEMARANG – Tren merosotnya kinerja perekonomian akibat pandemi Covid-19 mulai berdampak pada kelangsungan industri dan ketenagakerjaan di Jawa Tengah (Jateng).
Data yang dirilis Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menunjukkan pada Senin (6/4/2020) sebanyak 191 perusahaan mulai terdampak wabah Covid-19. Akibat penurunan kinerja tersebut, manajemen perusahaan kemudian melakukan PHK terhadap 24.420 pekerja dari total 24.240 pekerja.
Sedangkan di sektor usaha kecil dan menengah, sebanyak 3.000 UKM & 420 koperasi juga terdampak penyebaran virus yang bermula dari Wuhan, China tersebut.
Kepala Dinas Perindustrian Arif Sambodo mengatakan bahwa ada dua aspek yang menekan kinerja industri di Jawa Tengah yakni masalah ketersediaan bahan baku dan kebijakan lockdown yang diterapkan negara tujuan ekspor dari Jawa Tengah.
"Betul, terdampaknya karena turun permintaan sehingga untuk produksi selanjutnya terbatas pembiayaannya, ini untuk industri kecil dan menengah," kata Arif kepada Bisnis, Rabu (8/4/2020).
Dalam catatan Bisnis, penurunan ketersediaan bahan baku ini bisa dikonfirmasi data data Bea & Cukai. Data Kantor Pengawasan & Pelayanan (KPP) Bea Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Emas menunjukkan total impor bahan baku penolong yang diimpor di Pelabuhan Tanjung Emas senilai Rp3,4 triliun.
Total impor bahan baku itu lebih rendah dibandingkan impor bahan baku pada Januari maupun Februari 2020 yang masing-masing senilai Rp4,9 triliun dan Rp4,07 triliun.
Selain bahan baku, indikasi penurunan kinerja industri ini juga dipertegas oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah yang dirilis awal April lalu.
Data BPS Jateng merinci salah satu sektor yang banyak terpengaruh adalah industri tekstil & produk tekstil (TPT). Sepanjang Januari - Februari 2020, kinerja ekspor TPT Jateng mengalami pelambatan. Ekspor pakaian jadi bukan rajutan tumbuh tipis di angka 3,79% atau dari US$374 juta menjadi US$388,79 juta (year on year).
Ekspor barang rajutan tercatat justru terkontraksi 3,9%. Sementara serat stafel buatan terkontraksi cukup dalam yakni 30,65% atau dari US$120,18 juta menjadi US$83,35 juta.
"Untuk industri besar memang terdampak untuk ekspor ke negara yang lockdown, tapi beberapa sudah mulai lancar khususnya yang ekspor ke China," imbuh Arif.
Penurunan kinerja ekspor sebagian produk TPT ini sejalan dengan penurunan impor bahan baku penopang industri tekstil. Pada Februari 2020 impor bahan baku penolong tercatat minus 12,51 persen.
Sedangkan khusus untuk impor yang terkait dengan TPT, hampir semuanya mengalami kontraksi, terutama jika perbandingannya menggunakan periode Januari-Februari 2019 dan Januari-Februari 2020.
Pertama, komoditas kapas yang biasanya menjadi bahan baku benang tercatat terkontraksi dari US$95,48 juta menjadi US$82,54 juta atau 13,56 persen.
Kedua, kondisi serupa juga terjadi pada bahan baku tekstil lainnya seperti filamen buatan, serat stafel buatan, dan kain rajutan yang masing-masing minus 2,92 persen, 39,10 persen, dan 16,72 persen.
Arif menambahkan bahwa pemerintah provinsi Jawa Tengah telah menyiapkan kebijakan baik fiskal maupun non - fiskal untuk mencegah laju penurunan kinerja industri Jateng. Selain itu pemerintah juga mendorong industri terkait untuk memperluas jenis usahanya guna mencukupi alat kesehatan.
"Perizinan perluasan untuk alat kesehatan sekarang dilayani satu atap (dulu perlu ke kemenkes dan di BKPM) di BKPM atau dinas terkait tergantung berapa modal dan asal modal," jelasnya.